TRIBUNNEWS.COM - Kabar mengejutkan datang dari Airlangga Hartarto karena menyatakan mundur sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Dalam video pernyataan dirinya pada Minggu (11/8/2024), Airlangga beralasan mundur sebagai orang nomor satu di partai beringin itu untuk transisi pemerintahan dari era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Presiden terpilih, Prabowo Subianto.
"Setelah mempertimbangkan dan untuk menjaga keutuhan Partai Golkar dalam rangka memastikan stabilitas transisi pemerintahan yang akan terjadi dalam waktu dekat maka dengan mengucapkan Bismillahirohmanirohim dan atas petunjuk Tuhan yang maha besar, maka dengan ini menyatakan pengunduran diri sebagai ketua umum DPP Partai Golkar," ujarnya.
Pasca-mundurnya Airlangga ini muncul berbagai spekulasi karena pengumuman dari sosok yang juga menjabat sebagai Menko Perekonomian itu terkesan mendadak.
Padahal, Airlangga sempat membantah adanya isu tentang bakal digelarnya Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar.
Dia mengungkapkan Golkar akan tetap menggelar Musyawarah Nasional (Munas) sesuai jadwal yaitu pada Desember 2024.
"Tidak ada, tidak ada (Munaslub). Munas bulan Desember," kata Airlangga, Jumat (9/8/2024) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Sekadar informasi, biasanya ketika suatu partai menggelar Munaslub maka kemungkinan adanya pergantian pucuk pimpinan.
Baca juga: Elite Golkar Sebut Airlangga Hartarto Sudah Ikhlas Mundur Dari Kursi Ketua Umum
Ada Invisible Hand hingga Desakan Munas Golkar Dipercepat
Direktur Eksekutif Institue for Democracy and Strategic Affairs, Khoirul Umam menuturkan adanya kejanggalan terkait pengunduran Airlangga sebagai Ketua Umum Golkar.
Dia curiga adanya invisible hand yang turut menjadi alasan dalam pengunduran diri Airlangga.
Umam mengatakan ada benturan yang kuat antar internal Golkar yang menurutnya sudah terjadi sejak Pilpres 2024 lalu.
Benturan ini pun, kata Umam, juga dipengaruhi adanya kekuatan eksternal seperti kekuasaan untuk mempengaruhi keputusan politik Golkar.
"Faksi-faksi kekuatan di internal Golkar memiliki agenda kepentingan ekonomi-politik yang beragam. Ada yang mencoba untuk mempertahankan kedaulatan politik partai dari intervensi eksternal."
"Ada pula yang mencoba bersimbiosis dengan kekuatan eksternal yang dekat dengan kekuasaan, untuk mempengaruhi dan mengendalikan keputusan politik strategis Partai Golkar," kata Khoirul dalam keterangannya, Minggu (11/8/2024).
Terkait benturan internal Golkar, Umam mengungkapkan hal tersebut sudah terlihat ketika partai beringin itu masih kesana-kesini saat menentukan koalisi Pilpres 2024.
Bahkan, Golkar pun sempat diisukan santer bakal berkoalisi dengan PDIP.
Kemudian, benturan juga diduga terjadi setelah Airlangga diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi minyak goreng pada pertengahan tahun lalu.
"Hal itu diyakini sejumlah kalangan sebagai alasan mengapa akhirnya Airlangga sempat diperiksa lembaga penegak hukum terkait kasus minyak goreng, karena manuver Airlangga dianggap tidak firmed dengan agenda kepentingan kekuatan," ungkapnya.
Sementara soal kecurigaan adanya invisible hand, Umam menduga hal tersebut terjadi karena Golkar dianggap tidak tegas dalam pengusungan calon di Pilkada.
Sehingga, sambungnya, dugaan invisible hand itu berperan dengan cara mendongkel Airlangga dari pucuk pimpinan Golkar.
Di sisi lain, pengamat politik dari Universitas Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menduga adanya kekuatan politik besar dari internal maupun eksternal Golkar sehingga Airlangga mundur.
Baca juga: Pengamat Sebut Bahlil Lahadalia Bisa Jadi Ketua Umum Golkar Gantikan Airlangga Hartarto
Menurutnya, kekuatan politik itu menginginkan agar Munas Golkar dipercepat.
"Ada kekuatan politik yang cukup besar yang muncul dari baik internal dan eksternal Golkar yang sebenarnya supaya Munas Golkar dipercepat dan kemudian lahir kepemimpinan baru yang bisa menjadi suksesor Airlangga Hartarto," katanya dalam Kompas Siang di YouTube Kompas TV, Minggu (11/8/2024).
Adi juga mengatakan desakan Munas dipercepat ini agar penyelarasan transisi pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo bisa menjadi lancar.
Terkait faktor eksternal, Adi menduga sosok tersebut memiliki kekuatan yang melampaui Airlangga sebagai menteri maupun Ketua Umum Golkar.
Bahkan, dia sampai menyebut kekuatan eksternal itu dapat mengintervensi agar Golkar menggelar Munaslub untuk memutuskan pengganti Airlangga.
"Kalau kita melihat kondisi alamiah, tentu Munas Golkar digelar pada Desember. Artinya apa kok ada desakan Munaslub tiba-tiba bukan di bulan Desember, tentu ada yang menekan, ada yang pressure."
"Lalu, kalau Pak Airlangga Hartarto mundurnya terkesan sukarela, ini jadi alasan Munaslub bisa dipercepat agar tidak digelar bulan Desember. Siapa tahu Agustus, sudah akan keluar dan muncul kontestan yang dinilai layak menggantikan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum," jelas Adi.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Igman Ibrahim)
Artikel lain terkait Partai Golkar dan Dinamikanya