TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pancasila sebagai dasar negara Indonesia bukan saja berguna mengatur pemerintahan dan penyelenggaraan negara, tapi juga dapat dimaknai sebagai pedoman dan prinsip dasar dalam kehidupan.
Termasuk di dalamnya dapat digunakan sebagai dasar pengakuan ragam busana nusantara di Indonesia, terutama dalam setiap upacara penyelenggaraan formal negara seperti upacara negara memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia.
“Pancasila itu juga rumah bagi ragam busana nusantara di Indonesia. Sebab secara kultural, Pancasila memang refleksi budaya bangsa yang beragam, termasuk refleksi budaya dan busananya. Merayakan HUT RI dengan mengenakan busana daerah misalnya, bisa menjadi bentuk refleksi formal karagaman busana nusantara," ujar Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra, Kamis(15/8/2024).
Menurutnya, Indonesia memang ditakdirkan beragam, karena itu perlu persatuan. Sehingga tantangan keberagamaan itu adalah persatuan. Sebab, perpecahan terjadi karena keragaman.
“Indonesia yang sudah ditakdirkan beragam ini, jangan lagi dipaksa untuk seragam. Jika keragaman itu bentuk sikap Pancasilais, maka dapat dikatakan keseragaman bentuk sikap tidak pancasilais. Sebab paksaan untuk keseragaman dapat menekan keragaman, sehingga justru dapat memecah belah persatuan," ujarnya.
Saat ditanya bagaimana dengan sejumlah anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang melepaskan jilbab, atau hijab, Iswandi menjelaskan, Paskibraka itu memang awalnya seragam (uniform).
“Paskibraka inikan pasukan, ya memang harus seragam, apalagi dalam upacara resmi kenegaraan. Pakaian dan semua atribut harus seragam, gerakannya seragam, bahkan tinggi badanya juga sedapat mungkin dibuat seragam," kata Iswandi.
Baca juga: Ada PLTS Berkapasitas 10 MW, Upacara HUT Kemerdekaan RI Ke-78 di IKN 100 Persen Pakai Energi Hijau
Namun demikian, kata dia, saat keseragaman itu bertemu dengan keyakinan agama, di sini perlu dibuka ruang negosiasi dan ruang kompromi yang saling mengakomodasi tapi tetap dalam margin toleransi seragam.
"Misalnya, dibolehkan mengenakan jilbab, namun diatur warna, ukuran dan cara mengenakannya agar tetap selaras dan seragam dalam sebuah parade pasukan. Sebenarnya sudah tidak ada masalah, karena semuanya sudah diatur," paparnya.
Lebih lanjut Iswandi menjelaskan, saat ini pasukan TNI dan Polri sudah mengizinkan prajurit wanita dan Polwan berjilbab.
“Tren demokrasi ke depan memang mengarah ke akomodasi keyakinan keagamaan dalam penyelenggaraan negara. Tentu saja tetap dalam koridor kenegaraan. Misalnya di Amerika, polisi dari etnis Sikh dari India, sudah boleh menggunakan sorban bahkan berjenghgot saat bertugas dan berseragam. Namun, tetap diatur warna cara penggunaan dan ukurannya. Demikian pula dengan Angkatan Darat Amerika, bahkan membolehkan prajuritnya memakai sorban bahkan memelihara jenggot untuk alasan medis atau agama”, tutupnya.