TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda rapat paripurna dengan agenda pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada, Kamis (22/8/2024).
Rapat belum dapat digelar karena rapat tidak memenuhi kuota.
Termasuk Ketua DPR RI Puan Maharani tidak hadir saat rapat parpurna pengesahan RUU Pilkada.
DPR RI memutuskan menunda rapat paripurna pengesahan RUU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan rapat paripurna ditunda karena hanya dihadiri 89 dari 557 anggota dewan DPR RI.
Dari 86 orang yang hadir, 10 diantraanya adalah anggota DPR dari fraksi Gerindra.
Jumlah tersebut tidak memenuhi persyaratan kuorum karena kurang dari 50 persen plus 1 total jumlah anggota DPR RI sebanyak 575 anggota.
Selain itu, kuorum juga tidak terpenuhi karena tidak dihadiri perwakilan dari seluruh fraksi partai.
Termasuk Ketua DPR RI Puan Maharani yang tidak menghadiri sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada.
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar menyatakan kalau Puan Maharani tengah melakukan kunjungan kerja ke luar negeri yakni Hongaria dan kemudian akan ke Serbia.
Puan Maharani diagendakan untuk menghadiri undangan dari dua parlemen negara di kawasan Eropa Tengah itu.
Pertemuan yang dihadiri oleh Puan Maharani diharapkan dapat memperkuat hubungan antara Indonesia dengan dua negara tersebut.
Adapun kata Indra, Puan Maharani yang didampingi sejumlah anggota DPR RI akan diterima oleh Majelis Nasional Hongaria pada Kamis, 22 Agustus hari ini.
PDIP memang menolak revisi UU Pilkada berdasarkan hasil rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang dikebut dalam sehari.
Dalam sehari agenda rapat pembahasan revisi UU Pilkada yang sempat mandeg itu langsung dikebut dan menghasilkan putusan yang kontroversional.
Putusan pertama, terkait dengan syarat batas usia.
Kalau putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan syarat usia calon kepala daerah minimal 30 tahun dihitung sejak penetapan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah oleh KPU.
Baleg DPR menyetujui untuk menggunakan Putusan Mahkamah Agung (MA).
Dengan demikian, syarat minimal usia 30 tahun untuk gubernur-wakil gubernur dan minimal usia 25 tahun untuk calon bupati-wakil bupati atau calon wali kota-wakil saat dilantik, bukan ketika mendaftar.
Putusan kedua, mengenai syarat mengajukan calon yang memiliki kursi di DPR RI dan partai nonparlemen.
Dalam putusannya, MK menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah.
Awalnya ambang batas pencalonan didukung minimal 20 persen partai politik pemilik kursi di DPRD.
Kemudian putusan MK menyatakan ambang batas menjadi dukungan partai politik dengan perolehan suara antara 6,5 - 10 persen dari total suara sah.
Angka persentase tersebut disesuaikan dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di wilayah masing-masing.
Namun, Baleg menganulir putusan MK tersebut dengan merumuskan ambang batas 6,5-10 persen suara sah itu hanya berlaku bagi partai politik yang tidak memiliki kursi (non-seat) di DPRD.
Respons PDIP
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Mohammad Guntur Romli mengecam putusan Baleg DPR yang mengubah putusan MK terkait ambang batas pencalonan di Pilkada.
Guntur Romli menegaskan seharusnya putusan MK bersifat final dan mengikat.
Dia menegaskan partainya akan mengawal terus putusan MK ini demi kedaulatan rakyat.
Fraksi PDIP menegaskan akan membuat nota penolakan atas keputusan Baleg DPR RI terhadap Revisi UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin menyebut kalau pihaknya akan terus berjuang sebagaimana mengikuti azaz dari putusan MK.
Menurut dia, apa yang sudah diputus oleh MK terhadap gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora harus diikuti dan dipatuhi.
DPR RI memutuskan menunda rapat paripurna pengesahan RUU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Pimpinan DPR RI akan kembali menggelar Rapat Bamus (Badan Musyawarah) untuk menyusun lagi jadwal Rapat Paripurna.
Dasco menegaskan, posisi DPR mematuhi aturan perundang-undangan yang berlaku.
Terkait waktu pelaksanaan Rapat Bamus, Dasco menyebut hal itu tergantung dinamika internal di DPR.(*)