News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cerita Mahasiswa Dipukuli saat Demo Tolak Revisi UU Pilkada di Senayan: Saya Pikir Mati di Situ

Penulis: Gita Irawan
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Didampingi tim kuasa hukumnya, sebanyak dua mahasiswa korban tindakan kekerasan aparat penegak hukum saat unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang Pilkada di Gedung DPR RI Senayan Jakarta pada Kamis (22/8/2024) lalu membuat pengaduan ke Komnas HAM Jakarta Pusat pada hari ini Kamis (29/8/2024).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahasiswa dari salah satu kampus swasta di Jakarta, ATB, masih mengingat apa yang dialaminya saat berunjuk rasa bersama kawan-kawannya menolak revisi Undang-Undang Pilkada di sekitar Gedung DPR RI Senayan Jakarta pada Kamis (22/8/2024).

Ia mengaku mengalami kekerasaan oleh aparat keamanan pada saat kejadian.

Saat itu, pintu samping gedung DPR RI telah dijebol oleh massa aksi.

Baca juga: 2 Mahasiswa Diduga Korban Kekerasan Aparat saat Demo RUU Pilkada di DPR Mengadu ke Komnas HAM RI

Ia melihat saat itu ada kawannya yang menggunakan almamater sama dengannya mencoba masuk ke dalam kompleks gedung DPR RI.

ATB lalu turut masuk dengan maksud untuk menarik mundur kawan-kawannya yang masuk ke dalam kompleks gedung DPR RI.

Ternyata pada saat ia menarik mundur kawan-kawannya, mereka langsung diserang oleh aparat.

Baca juga: Sosok Iqbal Ramadhan, Anak Jenderal Orba Ditangkap saat Demo, Tak Mau Gunakan Nama Besar Ayahnya

Saat itu ia lalu ditarik dan dipukuli.

"Saat itu juga kira-kira sekitar 30 aparat Brimob dan juga TNI yang memukuli saya yang memberikan pukulan pada lengan kiri hingga memar-memar menggunakan pentungan. Lalu saya diinjak, ditendang, bagian leher saya juga dipukul. Kemudian saya sempat beberapa kali black out (pingsan) dan sesak napas," kata dia.

"Saya pikir saya mati di situ. Justru ketika saya sadar lagi saya diberikan injakan-injakan lagi. Sampai akhirnya polisi tidak berseragam menarik saya ke dalam mobil tahanan dan kondisi saya sudah berdarah-darah semuanya," sambung dia.

Ia mengatakan pada saat masuk mobil tahanan sudah ada tiga massa aksi lain yang berada di dalam.

Satu di antaranya, kata dia, juga merupakan mahasiswa.

Ia mengatakan berada di dalam mobil tahanan selama kurang lebih tiga sampai empat jam.

"Ya, setelah itu kami dibawa ke Polda (Metro Jaya)," kata dia.

Ia kemudian ditahan selama hampir 24 jam sebelum akhirnya dibebaskan.

"Dari pukul 19.30 sampai 17.30 WIB (keesokan harinya)," kata ATB.

Mahasiswa universitas swasta lainnya yang juga menjadi korban, AR,  juga mengaku mengalami kekerasan oleh aparat.

Baca juga: 1.000 Driver Ojol Demo di Istana Negara Siang Ini, Aplikasi akan Dimatikan Mulai Pukul 12.00 WIB

Ia mengaku dipukul, diinjak, diseret, dan ditendangi oleh aparat keamanan saat tengah menghindar dari gas air mata yang dilontarkan aparat.

"Saya juga sempat ditendang dan dipukul di area ulu hati sampai saya merasakan hitam di bagian kepala dan juga ada ingin muntah," kata dia.

AR mengaku saat itu tengah berada di depan gedung DPR RI.

Ia bahkan sempat mengimbau massa aksi dari pelajar sekolah menengah untuk tidak anarkis sehingga memicu reaksi aparat.

"Dan benar saja setelah itu saya menjadi korban. Saya hanya minta keadilan sebesar-sebesarnya bahwa saya tidak melakukan anarkis sedikit pun. Saya berorasi, juga berorasi mengimbau dan juga tidak provokatif," kata dia.

Ia lalu ditangkap dan dibawa ke dalam kompleks gedung DPR RI.

Di dalam kompleks gedung DPR RI tersebut ia mengaku sempat diobati sebelum akhirnya dibawa ke Polda Metro Jaya.

"Kurang lebih (ditahan) hampir 24 jam," kata dia.

Atas hal yang dialaminya tersebut, keduanya membuat pengaduan ke Komnas HAM RI didampingi tim kuasa hukumnya dari Tim Advokat Pengawal Konstitusi pada Kamis (29/8/2024).

Informasi dihimpun, satu di antara mereka saat ini berstatus tersangka yang dijerat dua pasal yakni pasal 212 KUHP dan pasal 218 KUHP.

Saat dihubungi, Komisioner Komnas HAM RI Hari Kurniawan menyatakan belum bisa memastikan berapa banyak pengaduan dari korban kekerasan aparat penegak hukum dalam aksi unjuk rasa menolak revisi UU Pilkada baik di Jakarta maupin di wilayah lain di Indonesia.

Saat ini, kata dia, pihaknya masih mengumpulkan data terkait hal tersebut.

"Kalau datang langsung ke Komnas hanya satu (pengaduan)," kata dia saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (29/8/2024).

Baca juga: Jokowi Minta Demo soal RUU Pilkada Tertib dan Damai Supaya Tak Ganggu Aktivitas Warga


Sikap Komnas HAM

Diberitakan sebelumnya Komnas HAM menyatakan melakukan pemantauan unjuk rasa secara langsung di dua lokasi, yaitu di depan gedung Mahkamah Konstitusi dan di depan gedung DPR RI di Jakarta pada Kamis (22/8/2024).

Komnas HAM juga melakukan pemantauan unjuk rasa di luar Jakarta melalui media monitoring. 

Dari pemantauan, Komnas HAM mencatat bahwa aksi unjuk rasa dilakukan secara damai dan kondusif. 

Komnas HAM juga mencatat masyarakat dalam orasinya menyesalkan rencana Baleg DPR RI yang secara kilat akan merevisi RUU Pilkada yang disinyalir akan bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. 

Revisi itu dinilai masyarakat mencederai prinsip-prinsip demokrasi, terutama dari aspek kepatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang final dan mengikat sejak dibacakan. 

Aksi yang berlangsung sejak pukul 09.00 sampai 17.00 WIB terpantau berjalan kondusif berdasarkan pemantauan Komnas HAM.

Komnas HAM juga mencatat namun sejak pukul 17.00 WIB, mencatat aparat keamanan mulai menyebarkan gar air mata dan menggunakan cara-cara kekerasan dalam membubarkan unjuk rasa, setelah massa berhasil merobohkan salah satu pintu gerbang DPR RI.

Selain itu, Komnas HAM juga mencatat bahkan aparat TNI juga turun dan turut serta mengamankan unjuk rasa tersebut. 

Dari laporan yang disampaikan YLBHI kepada Komnas HAM, hingga pukul 20.00 WIB, ada 159 peserta aksi yang ditangkap dan ditahan di Polda Metro Jaya.

Komnas HAM menyatakan aksi unjuk rasa yang terjadi pada 22 Agustus 2024 merupakan hak setiap orang untuk menyampaikan pendapat dan ekspresi di muka umum. 

Komnas HAM juga menyatakan aksi unjuk rasa berjalan kondusif. 

Selain itu, Komnas HAM juga mengapresiasi upaya penyelenggara negara dan aparat penegak hukum dalam menghormati, melindungi, dan menjamin pemenuhan hak atas 
kebebasan berpendapat dan berekspresi yang disampaikan melalui aksi unjuk rasa damai. 

"Komnas HAM menyesalkan cara pembubaran aksi unjuk rasa 22 Agustus 2024 oleh aparat penegak hukum dengan mengggunakan gas air mata, pemukulan, beberapa peserta aksi, keterlibatan TNI yang terindikasi penggunaan kekuatan yang berlebihan, yang semestinya mengedepankan pendekatan humanis," kata Uli dalam siaran pers yang terkonfirmasi.

Komnas HAM juga menyesalkan penangkapan terhadap 159 peserta aksi dan ditahan di Polda Metro Jaya saat itu. 

Untuk itu, saat itu Komnas HAM mendorong agar aparat penegak hukum segera membebaskan seluruh peserta unjuk rasa yang ditangkap dan ditahan dalam aksi unjuk rasa hari ini. 

Selain itu, Komnas HAM juga mendorong penyelenggara negara, aparat penegak hukum memastikan 
kondusifitas aksi unjuk rasa yang akan berlangsung hari-hari kedepan atas dasar penghormatan, perlindungan dan pemenuhan kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai wujud negara demokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Sehari setelahnya yakni pada Jumat (23/8/2024), Komnas HAM melakukan permintaan keterangan kepada Irwasda Polda Metro Jaya, Kombes Pol Nurkolis, dan jajaran Polda Metro Jaya terkait pemantauan situasi di Polda Metro Jaya untuk memastikan pemenuhan hak-hak warga, pelajar, dan mahasiswa yang menyampaikan aspirasi pada unjuk rasa tersebut.

Komnas HAM menyatakan telah menerima informasi bahwa pada aksi unjuk rasa menolak revisi Rancangan UndangUndang Pilkada di Gedung DPR pada 22 Agustus 2024, terdapat 50 orang peserta demonstrasi, terdiri dari masyarakat, pelajar, dan mahasiswa yang diamankan oleh personel Polda Metro Jaya.

Dari jumlah tersebut, sebanyak tujuh orang, yang terdiri dari enam anak-anak dan satu perempuan, telah dipulangkan. 

Sementara itu, hingga pukul 16.30 WIB pada 23 Agustus 2024, sebanyak 43 orang lainnya masih dimintai keterangan oleh Polda Metro Jaya. 

Komnas HAM juga memastikan ke-43 orang tersebut telah didampingi oleh advokat yang ditunjuk oleh mereka.

Dalam pertemuan tersebut Komnas HAM menyampaikan beberapa rekomendasi kepada Polda Metro Jaya di antaranya agar memastikan akses bantuan hukum bagi para peserta unjuk rasa.

Kedua, meminta agar Komnas HAM dapat bertemu dengan para peserta unjuk rasa yang ditahan di Polda Metro Jaya.

Ketiga, meminta untuk melepaskan para pengunjuk rasa jika tidak ada bukti yang cukup terkait tindak
pidana yang mereka lakukan.

"Keempat, menangani unjuk rasa dengan mengedepankan pendekatan humanis dan berlandaskan hak asasi manusia (HAM)," kata Uli pada Jumat (23/8/2024).

Baca juga: 3 Titik Demo Driver Ojol Hari Ini: dari Istana Merdeka, Kantor Gojek hingga ke Grab


19 Orang Tersangka

Diberitakan sebelumnya Polda Metro Jaya menetapkan 19 dari 50 pendemo RUU Pilkada di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat yang berujung ricuh sebagai tersangka.

Namun, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan belasan pendemo tersebut tidak dilakukan penahanan.

"Semuanya 50 dipulangkan, termasuk tersangka, 19 tersangka tidak dilakukan penahanan," kata Ade Ary kepada pada Jumat (23/8/2024). 

Ade Ary mengatakan pihaknya juga telah berkoordinasi dengan keluarga para tersangka untuk melakukan pengawasan karena mereka masih diharuskan wajib lapor.

"Telah dilakukan komunikasi dengan pihak keluarga, pihak keluarga menjamin persyaratannya adalah keluarga ini melakukan pengawasan dan menjamin bahwa kooperatif apabila suatu saat dibutuhkan tidak mengulangi lagi peristiwa yang sama, tidak menghilangkan barang bukti juga tidak melarikan diri," kata dia.

Pihak Polres di jajaran Polda Metro Jaya juga menangkap ratusan pendemo di antaranya Polres Metro Jakarta Timur menangkap 143 orang, Polres Metro Jakarta Barat 105 orang dan Polres Jakarta Pusat 3 orang.

Dalam hal ini, Polres Metro Jakarta Timur dan Polres Metro Jakarta Barat sudah memulangkan ratusan pendemo tersebut.

Sementara itu, di Polres Metro Jakarta Pusat sendiri tersisa satu orang yang belum dipulangkan Satu orang tersebut terkait dengan peristiwa pembakaran mobil patroli polisi. 

"Tinggal satu yang di Jakarta Pusat, itu masih dikembangkan, masih dilakukan pendalaman kemudian dikembangkan," kata dia.

Sebanyak 19 tersangka tersebut dibagi menjadi dua kategori. 

Satu tersangka dijerat pasal 170 KUHP, sedangkan 18 pendemo lainnya ditetapkan sebagai tersangka dengan dijerat Pasal 212 KUHP dan atau Pasal 214 KUHP dan atau 218 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini