News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi di PT Timah

DPR Kembali Singgung Sosok Diduga Beking Korupsi Tambang Timah yang Belum Tersentuh, Apakah RBS?

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ada satu aktor yang diduga masih belum tersentuh meskipun sudah lama menjadi beking tambang timah di Indonesia. Sosok tersebut kembali disinggung oleh Anggota Komisi III DPR RI, Benny K Harman saat rapat kerja Jaksa Agung RI ST Burhanuddin bersama Komisi III DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (4/9/2024).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus mega korupsi PT Timah Tbk periode 2015-2022 yang merugikan negara Rp 271 triliun masih belum berakhir.

Ada satu aktor yang diduga masih belum tersentuh meskipun sudah lama menjadi beking tambang timah di Indonesia.

Sosok tersebut kembali disinggung oleh Anggota Komisi III DPR RI, Benny K Harman saat rapat kerja Jaksa Agung RI ST Burhanuddin bersama Komisi III DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (4/9/2024).

Namun, dia enggan membongkar sosok yang masih belum tersentuh tersebut.

Baca juga: Kesaksian Eks Pegawai PT Timah, Mengaku Dipecat Usai Endus Kejanggalan Hingga Dituding Ubah Dokumen

"Ada pertanyaan ada satu (pelaku--Red) yang belum bapak sentuh. Kita tunggu, mudah-mudahan sebelum tanggal 20 Oktober bapak lakukan itu," kata Benny dalam paparannya.

Politikus Partai Demokrat itu pun memahami tidak menangkap sosok itu lantaran memiliki kekuatan yang besar.

Akan tetapi, ia pun selalu berharap Jaksa Agung memiliki keberanian untuk menyeret pelaku ke ranah hukum.

"Tiap malam saya pasang lilin keadilan, mudah-mudahan bapak Jaksa Agung sehat dan tambah lagi sedikit keberaniannya untuk menyentuh yang satu itu. Itu yang kita tunggu," jelasnya.

Namun demikian, Benny tetap mengapresiasi langkah Jaksa Agung yang sudah berani membuka korupsi tambang timah. Padahal selama ini, tidak ada satu pun penegak hukum yang berani untuk menyolek kasus tersebut.

"Kasus timah itu kan berkali-kali tumbang terus. KPK tumbang, Jaksa Agung tumbang, polisi apalagi, tapi di zaman bapak, bapak lakukan itu. Dan apa yang menjadi kecemasan pada saat itu adalah bapak alami, bapak dikepung. Yang mengepung bapak itu aneh bagi saya, polisi juga," jelasnya.

Benny berharap nantinya Jaksa Agung bisa mengungkap secara terbuka untuk menjelaskan ke publik mengenai tekanan dalam pengusutan kasus tersebut.

Baca juga: Kubu Harvey Moeis Jelaskan Fakta di Balik Kerja Sama PT Timah dan Smelter

Apalagi, korupsi timah memang sudah dikenal lama ada oknum yang membekingi agar tidak dibongkar penegak hukum.

"Sudah lama kasus timah ini ada bekingnya. Bapak sekali lagi luar biasa, mampu itu, saya ingin belajar itu. Bapak mungkin sewaktu waktu bisa menyampaikan sampai punya sikap keberanian luar biasa semacam itu," jelasnya.

Adapun sosok aktor intelektual dalam kasus korupsi timah memang sempat diungkap oleh Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.

Sosok itu berinisial RBS yang masih enggan untuk dibongkar namanya.

RBS muncul berawal dari somasi terbuka oleh Boyamin kepada Kejagung lantaran yang bersangkutan diduga menjadi sosok penerima manfaat dari korupsi PT Timah ini.

"RBS diduga berperan yang menyuruh Harvey Moeis dan Helena Lim untuk dugaan memanipulasi uang hasil korupsi dengan modus CSR. RBS adalah terduga official benefit dari perusahaan-perusahaan pelaku penambangan timah ilegal sehingga semestinya RBS dijerat dengan ketentuan tindak pidana pencucian uang guna merampas seluruh hartanya guna mengembalikan kerugian negara dengan jumlah fantastis," kata Boyamin dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Kamis (28/3/2024).

Menurut Boyamin, sosok RBS kini diduga kabur ke luar negeri.

Karena itulah, penetapan RBS sebagai tersangka diperlukan agar kemudian bisa dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO).

"RBS saat ini diduga kabur keluar negeri sehingga penetapan tersangka menjadi penting guna menerbitkan Daftar Pencarian Orang dan Red Notice Interpol guna penangkapan RBS oleh Polisi Internasional," kata Boyamin.

Sementara itu, Kejagung memang sudah sempat memeriksa sosok RBS yang diduga memiliki peran untuk meminta dua tersangka kasus korupsi timah.

Mereka adalah suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis dan crazy rich PIK, Helena Lim dalam kasus korupsi PT Timah Tbk periode 2015-2022.

RBS disebut-sebut menjadi pihak penerima manfaat atau official benefit sesungguhnya dari bisnis tambang timah ilegal yang diperantarai oleh Harvey.

"RBS sedang kita periksa," kata Kuntadi kepada wartawan, Senin (1/4/2024).

Kuntadi menegaskan dalam hal ini penyidik tidak ada kaitannya dengan desakan dari pihak manapun soal pemeriksaan terhadap seseorang terkhusus RBS.

"Kita memeriksa seseorang tidak ada urusan dengan desakan siapapun, tapi karena semata-mata kepentingan penyidikan," katanya.

Sebagai informasi, dalam perkara timah ini total ada 23 orang yang sudah dijerat Kejaksaan Agung.

Dari 23 orang tersebut, satu di antaranya menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Pangkalpinang, yakni Toni Tamsil alias Akhi, adik bos timah Bangka Belitung, Tamron yang dijerat obstruction of justice atau perintangan proses hukum.

Kemudian ada empat orang yang perkaranya sedang bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat: Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021 sampai 2024, Amir Syahbana; Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015 sampai Maret 2019, Suranto Wibowo; Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani; dan perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), Harvey Moeis.

Selanjutnya ada Helena Lim (Crazy Rich PIK), Suparta (Direktur Utama PT RBT), dan Reza Andriansyah (Direktur Pengembangan Usaha PT RBT) yang perkaranya akan disidang perdana pada Rabu (21/8/2024).

Kemudian ada 10 tersangka yang kewenangan perkaranya di penuntut umum, yakni:

• M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah periode 2016 hinggga 2021;
• Emil Emindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2017 sampai 2018;
• Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP;
• Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku Eks Komisaris CV VIP;
• Gunawan (MBG) selaku Direktur Utama PT SIP;
• Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP;
• Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS;
• Rosaina (RL) selaku General Manager PT TIN;
• Tamron alian Aon sebagai pemilik CV VIP; dan
• Achmad Albani (AA) selaku manajer Operasional CV VIP.

Sementara sisanya, yakni lima tersangka, kewenangannya masih berada di tim penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung:

• Mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Aryono;
• Eks Plt Kadis ESDM Bangka Belitung, Supianto;
• Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah, Alwin Albar (ALW);
• Owner PT Tinindo Inter Nusa (TIN), Hendry Lie (HL); dan
• Marketing PT TIN, Fandy Lingga (FL).

Dalam perkara ini, total ada enam orang yang juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni: Harvey Moeis, Helena Lim, Suparta, Tamron alias Aon, Robert Indarto, dan Suwito Gunawan.

Berdasarkan dakwaan para eks Kadis ESDM Bangka Belitung, jaksa mengungkapkan bahwa mereka saling berkongkalikong terkait penambangan timah ilegal di Bangka Belitung dalam kurun waktu 2015 sampai 2022.

Akibatnya, negara merugi hingga Rp 300 triliun berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024.

"Bahwa akibat perbuatan Terdakwa sebagaimana diuraikan tersebut di atas telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut," kata jaksa penuntut umum.

Dalam perkara ini, mereka dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan yang terkena TPPU, dijerat Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian yang terjerat OOJ dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini