News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Independensi Lembaga Peradilan Jadi Kunci Atasi Persoalan Pelanggaran Etika Penyelenggara Negara

Penulis: willy Widianto
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekretaris Jenderal Transparancy International Indonesia (TII) Danang Widoyoko mengatakan persoalan pelanggaran etika oleh penyelenggara negara masih menjadi hal mendasar di Indonesia.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Transparancy International Indonesia (TII) Danang Widoyoko mengatakan persoalan pelanggaran etika oleh penyelenggara negara masih menjadi hal mendasar di Indonesia.

 Hal itu turut terjadi di lembaga peradilan di Indonesia yang akhirnya menimbulkan parodi mahkamah kakak dan mahkamah adik di masyarakat.
 
Bukan hanya di lembaga peradilan, lembaga lain yang berkaitan dengan hukum juga masih terjadi pelanggaran etika. Contohnya yang menimpa komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) Nurul Ghufron yang dijatuhi sanksi teguran dan pemotongan gaji akibat korespondensi dengan pejabat di Kementerian Pertanian(Kementan).
 
Dalam konteks ini, ia menilai pentingnya integritas dan independensi dalam peradilan.
 
"Independensi peradilan dan integritas aktor peradilan adalah kunci utama," katanya, Rabu(18/9/2024). 

Ia mencontohkan sikap hakim agung, Baharuddin Lopa dan hakim agung, Artidjo Alkostar yang dengan kesederhanaan dan integritasnya tidak mudah diintervensi oleh kekuasaan.
 
“BPIP dan Pancasila punya kemampuan untuk mendorong dan menegakkan integritas (di Masyarakat),” katanya.
 
Sementara itu Pakar Politik Universitas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi mengatakan, etika harus berlandaskan pada reasoning atau penalaran yang rasional.
 
"Etika publik adalah kemampuan reasoning. Sehingga kita memiliki argumen rasionalnya untuk berhadapan dengan publik," jelasnya.
 
Ia menegaskan, rasionalitas dalam pengambilan keputusan oleh kekuasaan penting agar hukum di Indonesia tidak dijadikan alat untuk menghadirkan otokrasi legalisme, yaitu menggunakan hukum untuk memperkuat kekuasaan.
 
“Kerentanan penyelenggara negara jangan-jangan jantungnya pada kehilangan rasionalitas dan berpikir kritis tentang tindakan dan sikap yang diambil penyelenggara negara tadi. Sehingga kemudian, yang muncul bukan etika,” katanya.

Menyikapi hal tersebut, BPIP melalui Kedeputian Bidang Pendidikan dan Pelatihan telah melakukan Pembinaan Ideologi Pancasila kepada seluruh kalangan, termasuk Diklat PIP bagi eksekutif atau pejabat negara. BPIP senantiasa menekankan integritas penyelenggara negara merupakan alasan fundamental dalam etika penyelenggaraan negara.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini