Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya Bakar menerbitkan regulasi untuk melindungi para pejuang lingkungan.
Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 10 Tahun 2024.
Permen baru ini ditandatangani oleh Siti Nurbaya pada 30 Agustus 2024, dan resmi diundangkan pada 4 September 2024.
Permen LHK ini merupakan aturan pelaksana upaya perlindungan pejuang lingkungan yang diamanatkan Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Baca juga: Dukung ProKlim, BUMN Pupuk Raih Penghargaan dari KLHK
Permen LHK ini terdiri dari 7 bab. Dalam beleid di Pasal 2 menyatakan, pejuang lingkungan tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat perdata.
Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan, regulasi ini jadi upaya pemerintah untuk menguatkan partisipasi publik dan melindungi pejuang lingkungan dari tindakan-tindakan pembalasan.
Tindakan pembalasan yang menyasar pejuang lingkungan seperti somasi, proses pidana, gugatan perdata hingga ancaman lisan, tertulis, kriminalisasi atau kekerasan fisik yang membahayakan diri maupun keluarga para pejuang lingkungan.
Dalam Pasal 5 Ayat (3), proses pidana yang dimaksud adalah pelaporan dugaan tindak pidana atau tuntutan pidana.
Sedangkan Ayat (4) merujuk gugatan perdata yang dimaksud adalah ganti kerugian.
"Dengan adanya Permen LHK Nomor 10 Tahun 2024 ini akan lebih memperkuat upaya partisipasi publik dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," kata Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani dalam konferensi pers di Kementerian LHK, Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Rasio menjelaskan bahwa Permen LHK ini merupakan instrumen awal serta bertujuan mencegah adanya upaya pembalasan dari pelaku pencemar atau perusak lingkungan.
Baca juga: Siti Nurbaya Paparkan Keberhasilan KLHK Selama 10 Tahun Terakhir
Di sisi lain, juga membantu pejuang lingkungan mendapatkan haknya dalam proses hukum.
Adapun dalam Permen LHK ini, orang yang memperjuangkan lingkungan hidup meliputi perseorangan, kelompok orang, organisasi lingkungan hidup, akademisi atau ahli, masyarakat hukum adat, badan usaha.
Dalam memperoleh pelindungan hukum, para pejuang lingkungan hidup harus mengajukan permohonan kepada menteri.
Permohonan itu disampaikan tertulis oleh yang bersangkutan, keluarga inti, atau pihak yang diberikan kuasa.
Bisa juga disampaikan oleh penasihat hukum, pimpinan badan usaha atau organisasi lingkungan hidup, dan akademisi atau ahli.
Dokumen yang harus disertakan di antaranya salinan kartu identitas bagi perseorangan, akta pendirian bagi badan usaha atau organisasi.
Dokumen itu mencakup kronologi kejadian, kegiatan yang dilakukan, bentuk pembalasan yang diterima.
Kemudian, dokumen pendukung meliputi surat, rekaman suara atau gambar, laporan, surat panggilan oleh penegak hukum, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, berita acara pemeriksaan, somasi, gugatan perdata, atau putusan pengadilan.
Nantinya Menteri LHK yang akan menilai permohonan tersebut dalam aspek administratif dan substansi tindakan pembalasan.
Dalam menilai laporan, menteri akan membentuk tim penilai yang terdiri dari unsur kementerian, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, akademisi/ahli, dan unsur terkait lainnya.
Tim ini beranggotakan ganjil dan paling sedikit 7 orang.
Hasil perundingan akan diserahkan kepada menteri untuk keputusan pemberian pelindungan hukum atas tindakan pembalasan berupa somasi dan gugatan perdata, serta pemberian jasa bantuan hukum.
"Dengan terlindunginya pejuang-pejuang lingkungan, sinergi antara aparat penegak hukum dan pembela lingkungan dapat terjalin baik tanpa kekhawatiran akan tindakan pembalasan yang dapat menghambat proses penegakan hukum dan memperlemah partisipasi publik dalam memperjuangkan lingkungan hidup tersebut,” pungkas Rasio.