News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dugaan Pemotongan Honor Hakim Agung Menyeruak, MA Diminta Tidak Hanya Klarifikasi

Penulis: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Dugaan pemotongan honor hakim agung di Mahkamah Agung menyeruak.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dugaan pemotongan honor hakim agung di Mahkamah Agung menyeruak.

Diduga hal ini terjadi pada tahun anggaran 2022-2023 dengan nilai perkiraan hingga Rp 97 miliar.

Pegiat antikorupsi, termasuk Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) hingga Indonesia Police Watch (IPW) menyoroti dugaan pemotongan dan penyalahgunaan dana honorarium penanganan perkara (HPP).

Peneliti LSAK Ahmad A. Hariri, pada Kamis (19/9/2024), mengatakan, pihaknya bersama MAKI, IPW dan gerakan masyarakat sipil lainnya mendukung penuh agar persoalan ini dituntaskan. 

Sebab, hal ini bukan saja berdampak pada marwah lembaga, tapi juga pada  penanganan perkara. 

"Ini menjadi pertanyaan, tidakkah MA melakukan pengawasan pelaksanaan SEMA No. 3 tahun 2002? Jangan-jangan penanganan perkara hanya bak kejar setoran demi honorarium dan tak lagi menimbang keadilan dan kepastian hukum?" kata dia.

Dia berharap MA sebagai institusi peradilan tertinggi tidak bermain dalam ruang-ruang hukum acara yang hanya bertujuan mendapatkan keuntungan. Tapi harus mengedepankan kepekaan nurani dalam menjalankan tugas dan fungsinya. 

"MA mesti melakukan perbaikan menyeluruh dan bukan hanya melakukan klarifikasi. Karena ini pertaruhan marwah kelembagaan. Jika masyarakat tak lagi percaya peradilan, maka lebur sudah hukum di negeri ini."

IPW

Sementara itu, Indonesia Police Watch (IPW) menyoroti mengenai dugaan pemotongan dan penyalahgunaan dana honorarium penanganan perkara (HPP) bagi Mahkamah Agung yang mencapai Rp97 miliar.

Bersama pegiat antikorupsi, advokat, mahasiswa fakultas hukum, dan Direktorat Penyidikan KPK, Direktorat Tipikor Bareskrim Polri, Dirdik Pidsus Kejagung, dan Komisi Yudisial, IPW akan menggelar diskusi publik terkait hal tersebut.

“Kami ingin menjaga marwah MA sebagai benteng terakhir bagi pencari keadilan. Dengan harapan agar Mahkamah Agung hanya boleh dihuni oleh Hakim Agung yang berintegritas tinggi yang mampu memberikan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan lembaga peradilan “ ujar Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW kepada wartawan di Jakarta, pekan lalu, tepatnya Rabu (11/9/2024).

Sugeng menyebut terkuaknya dugaan pemotongan honor hakim itu bermula pada 10 Agustus 2021 lalu dengan dikeluarkannya penetapan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2021 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Nomor 55 Tahun 2014 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Agung dan Hakim Konstitusi.

Adapun dalam aturan tersebut tertuang hak honorarium bagi para hakim agung.

"(PP) mendasari hakim agung berhak atas honorarium dalam penanganan perkara kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) paling lama 90 hari kalender sejak perkara diterima oleh unit penerima surat pada Ketua Majelis sampai perkara dikirim ke pengadilan pengaju, sebagaimana yang tercantum dalam Nota Dinas Panitera," kata Sugeng kepada Tribunnews.com, Rabu (11/9/2024).

Namun, kata Sugeng, justru ada pemotongan honor penanganan perkara terhadap hakim agung yang diduga terjadi pada rentang tahun 2022-2024.

Sugeng mengungkapkan pada tahun 2022, pembayaran honor penanganan perkara terhadap para hakim agung dilakukan dengan cara penyerahan uang tunai dan disertai tanda terima dalam dua bentuk yakni bukti tanda terima hakim menerima seluruh honor dan bukti tanda terima honor telah dipotong.

Kemudian, Sugeng menjelaskan tata cara penyerahan honor penanganan perkara hakim agung di mana diawali dari kepaniteraan Mahkamah Agung (MA), Asep Nursobah sebagai penanggungjawab Honorarium Penanganan Perkara (HPP) hakim agung.

Asep, kata Sugeng, menyiapkan laporan majelis yang menyelesaikan perkara dalam waktu 90 hari.

Selanjutnya, Sugeng mengungkapkan Asep mengajukan permintaan pembayaran ke Bank Syariah Indonesia (BSI) sebagai bank yang mengirimkan honor ke masing-masing hakim agung.

Namun, pada hari yang sama, BSI diduga otomatis memotong honor penanganan perkara hingga 26,95 persen dari rekening hakim agung.

Sugeng menduga pemotongan honor ini diketahui oleh para pimpinan MA.

"Potongan yang awalnya dilakukan tanpa persetujuan tertulis dan/atau lisan dari hakim agung, dan dikumpulkan di rekening penampungan yang diduga dikelola oleh saudara AN."

"Sehingga patut diduga adanya potongan sebesar 26,95 persen adalah perbuatan korupsi yang terjadi atas sepengetahuan pimpinan Mahkamah Agung dan merugikan para hakim agung yang berhak," tuturnya.

Sugeng juga mengatakan adanya penolakan dari hakim agung terkait pemotongan honor penanganan perkara itu.

Namun, sambungnya, diduga ada intervensi dari pimpinan MA agar para hakim agung menandatangani surat pernyataan di atas materai agar bersedia honor penanganan perkara dipotong.

Sugeng mengungkapkan, jika hal tersebut benar terjadi, maka apa yang dilakukan pimpinan MA telah melanggar peraturan perundang-undangan.

"HPP yang menjadi hak hakim agung diberikan atas dasar Pasal 13 ayat (1) huruf a, juncto Pasal 13 B ayat (1) juncto Pasal 13 C ayat (1) PP Nomor 82 tahun 2021 di mana tidak terdapat aturan pemberian kewenangan pada Sekretaris maupun pimpinan MA untuk melakukan pemotongan," ujarnya.

MA Membantah

Mahkamah Agung (MA) membantah adanya dugaan tindak pidana korupsi di MA berupa pemotongan honorarium penanganan perkara (HPP) hakim agung sebesar Rp97 miliar yang beberapa waktu lalu diungkap Indonesia Police Watch (IPW). 

Juru bicara MA, Suharto, menegaskan tidak ada pemotongan honorarium.

"Bahwa tidak ada praktik pemotongan honorarium penanganan perkara hakim agung yang dilakukan secara paksa dengan intervensi pimpinan Mahkamah Agung," kata Suharto saat konferensi pers di Hotel Royal Ambarrukmo, Sleman, Selasa (17/9/2024) lalu.

Dijelaskannya, fakta yang terjadi adalah para hakim agung bersepakat untuk menyerahkan secara sukarela sebesar 40 persen dari hak honorarium penanganan perkara yang diterimanya untuk didistribusikan kepada tim pendukung teknis, dan administrasi yudisial.

"Pernyataan penyerahan secara sukarela sebagian haknya tersebut dituangkan dalam surat pernyataan bermeterai yang diketahui oleh ketua kamar yang bersangkutan," jelasnya.

Sumber: Tribun Banten

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini