News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hakim Se-Indonesia Akan Mogok Kerja, Ini Tanggapan Komisi Yudisial

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi hakim memimpin jalannya persidangan.

 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar mengatakan pihaknya bakal melihat perkembangan lebih lanjut terkait rencana ribuan hakim di pengadilan seluruh Indonesia yang bakal mogok kerja dengan melakukan cuti bersama mulai 7 hingga 11 Oktober 2024.

Sejauh ini permasalahan cuti, menurut dia, merupakan urusan internal Mahkamah Agung (MA).

Namun jika nantinya hal itu berdampak pada kesejahteraan hakim, KY bakal mengambil tindakan. 

“Untuk sementara, soal cuti, KY melihat ini urusan internal MA. Tapi KY akan perhatikan lebih lanjut, jika berkaitan dengan kesejahteraan hakim,” ujar Fajar saat dikonfirmasi, Jumat (27/9/2024). 

Dikutip dari situs KY, fungsi KY sebagai kelembagaan antara lain  meningkatkan kesejahteraan hakim, memberikan tanda jasa, gelar, penghargaan, dan tanda kehormatan kepada hakim.

Lalu fungsi lain adalah memberikan masukan dan pertimbangan ke badan lembaga lain terkait permasalahan peradilan. 

Hakim Rencana Mogok Kerja 5 Hari

Rencana hakim akan menggelar aksi mogok kerja disampaikan oleh Juru Bicara Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Arrasyid.

Fauzan mengatakan aksi tersebut bakal diikuti oleh ribuan hakim dan digelar pada 7-11 Oktober 2024 dengan tajuk "Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia".

"Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia ini akan dilaksanakan secara serentak oleh ribuan hakim mulai tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024," katanya, Kamis (26/9/2024), dikutip dari Kompas.com.

Fauzan menuturkan aksi ini dilakukan terkait munculnya tuntutan kenaikan gaji dan tunjangan dari hakim karena aturan terkait penggajian masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012.

Hingga saat ini, ujar Fauzan, PP tersebut belum diubah atau disesuaikan meski, katanya Indonesia terus mengalami inflasi setiap tahun.

"Hal ini membuat gaji dan tunjangan yang ditetapkan 12 tahun lalu menjadi sangat berbeda nilainya dibandingkan dengan kondisi saat ini," tutur Fauzan.

Menurut Fauzan, gaji pokok hakim saat ini masih sama dengan gaji pegawai negeri sipil (PNS) biasa. Padahal, tanggung jawab dan beban mereka lebih besar.

Kondisi ini, kata Fauzan mengakibatkan penghasilan hakim merosot drastis ketika mereka pensiun.

Selain gaji pokok, tunjangan jabatan hakim juga tidak berubah dan disesuaikan selama 12 tahun terakhir.

Akibatnya, nilai tunjangan yang saat ini diterima hakim tidak relevan dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan hidup.

"Akibatnya, banyak hakim yang merasa bahwa penghasilan tidak lagi mencerminkan tanggung jawab dan beban kerja yang mereka emban," ujar Fauzan.

Fauzan mengatakan, kesejahteraan hakim yang tidak memadai bisa mendorong hakim ke jurang korupsi.

Sebab, penghasilan mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup.

Di sisi lain, PP Nomor 94 tahun 2012 itu dinilai tidak lagi memiliki landasan hukum yang kuat karena Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Putusan Nomor 23 P/HUM/2018 yang memerintahkan agar gaji hakim ditinjau ulang.

"Karena itu, revisi terhadap PP 94/2012 untuk menyesuaikan penghasilan hakim menjadi sangat penting dan mendesak," kata Fauzan.

Para hakim juga mempersoalkan tunjangan kinerja yang hilang sejak 2012 di mana mereka tidak lagi menerima remunerasi.

Saat ini, pemegang palu pengadilan hanya mengandalkan tunjangan jabatan yang stagnan sejak 12 tahun lalu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini