TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto memiliki banyak nomenklatur baru.
Di antaranya yakni empat Kementerian Koordinator (Kemenko) mulai dari Kemenko Bidang Hukum, HAM, dan Pemasyarakatan; Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan; Kemenko Bidang Pemberdayaan Masyarakat; dan Kemenko Bidang Pangan.
Selain itu ada juga Kementerian Kementerian yang dipecah dari Kementerian pada Kabinet Indonesia Maju (KIM).
Banyaknya Kementerian baru tersebut membuat kantor Kementerian harus bertambah.
Baca juga: Profil 9 Wakil Menteri Perempuan di Kabinet Merah Putih Prabowo, Ada Lulusan Harvard
Sejumlah Menteri bahkan masih bingung akan berkantor dimana.
Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengaku masih belum mengetahui akan berkantor dimana.
"Nah itu juga belum ketahui secara pasti karena ini pos baru. Tidak hanya kemenko ini tapi ada kemenko lainnya karena benar-benar baru kami baru mendapatkan informasi lagi dicari yang pas kira-kira di mana," kata AHY di Istana, Senin (21/10/2024).
Begitu juga Menko Pangan Zulkifli Hasan. Ia mengaku belum tahu dimana akan berkantor.
"Belum tahu. Ya nanti siapa mau kasih lah," kata Zulhas.
Sementara itu Menko Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra mengaku akan berkantor di gedung Kementerian Hukum, HAM, dan Pemasyarakatan di Jalan Rasuna Said, Jakarta.
"Iya nanti berkantor di Rasuna Said di Kemenkumham," kata Yusril.
Kemudian Menko Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengaku dia akan nebeng berkantor di gedung Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yang dipimpin oleh Pratikno.
Baca juga: Otto Hasibuan Sempat Dilarang Istri Sebelum Terima Tawaran Masuk Kabinet Prabowo
"Iya jadi satu ini. Ya pemilihan dan penugasan terutama saya spesifik bidang pemberdayaan institusi maupun individu," kata Cak Imin.
Diketahui Presiden Prabowo Subianto telah melantik jajaran menteri dan wakil menteri pada Senin (21/10/2024).
Terdapat 48 menteri dan 56 wakil menteri dalam Kabinet Merah Putih.
Anggaran Membengkak hingga Rp 777 Miliar
Peneliti Celios, Hanif Imaduddin menyatakan bahwa anggaran untuk gaji dan tunjangan menteri serta wakil menteri pada era Jokowi diperkirakan mencapai Rp 387,6 miliar per tahun.
Dengan penambahan jumlah menteri di kabinet Prabowo, anggaran tersebut diprediksi meningkat menjadi Rp 777 miliar.
"Kerugian negara akibat fenomena ini tidak hanya sebatas pemborosan fiskal, tetapi juga memperlebar angka ketimpangan," ungkap Hanif.
Hanif juga menyoroti bahwa meskipun gaji menteri relatif kecil, posisi ini dapat memberikan dampak ekonomi yang luas, seperti peningkatan nilai saham perusahaan yang dimiliki oleh menteri.
"Ini dapat dilihat sebagai manfaat dari akses kekuasaan," tambahnya.
Prabowo berargumen bahwa sebagai negara besar, Indonesia memerlukan banyak menteri untuk mengelola pemerintahan secara efektif.
Namun, Hanif mencatat bahwa negara-negara seperti Amerika Serikat, yang memiliki populasi sekitar 346 juta, hanya memiliki 15 kementerian.
China, dengan populasi lebih dari 1,4 miliar, memiliki 21 kementerian.
"Banyaknya jumlah menteri bukanlah cara untuk meningkatkan efisiensi," tegas Hanif.
Director of Fiscal Justice Celios, Media Wahyudi Askar, mengungkapkan bahwa jabatan strategis di pemerintahan, termasuk menteri, cenderung dibagikan berdasarkan kepentingan politik, bukan meritokrasi.
"Proses rekrutmen CPNS kini sangat ketat, tetapi jabatan menteri tidak mengikuti prinsip yang sama," kata Media.
Media menekankan pentingnya penguatan mekanisme pengawasan anggaran dan transparansi dalam pengelolaan sumber daya publik untuk meminimalisasi pemborosan.
"Sinergi kuat antar lembaga seperti BPK, KPK, dan MA adalah kunci menciptakan pemerintahan yang bersih dan efisien," tambahnya.
Wamendagri, Bima Arya Sugiarto, mendukung keputusan Prabowo untuk mengakomodasi berbagai pihak dalam kabinetnya.
"Kabinet ini berusaha mengakomodasi semua, yang penting adalah koordinasi dan kolaborasi yang baik," ungkap Bima.
Bima menekankan pentingnya penyamaan frekuensi di antara para pembantu presiden agar semua pihak dapat bekerja menuju target yang sama.
Dengan rencana pengangkatan jumlah menteri yang signifikan, Indonesia menghadapi tantangan dalam hal efisiensi anggaran dan meritokrasi dalam pemerintahan. (Tribun Network/fik/ktn/wly)