TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah aktivis 98 turut menjadi pejabat di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Jabatan yang diemban para aktivis 98 pun beragam, ada sebagai menteri, wakil menteri, kepala badan hingga wakil kepala badan.
Baca juga: Aktivis 98 Laporkan Hilangnya Kaesang ke Polisi, Dianggap Aset Bangsa, Jubir: Menyulitkan KPK
Berikut ini Tribunnews.com rangkum sejumlah aktivis 98 yang menjadi pejabat di era pemerintahan Prabowo-Gibran.
Budi Arie Setiadi
Budi Arie Setiadi menjadi menteri dalam kabinet Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Aktivis 98 itu dipercaya oleh Prabowo untuk menjabat sebagai Menteri Koperasi.
Budi Arie pertama kali menjabat di kementerian saat menjadi Wakil Menteri (Wamen) Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) pada tahun 2019.
Selanjutnya, dia menjabat sebagai Menkominfo pada Juli 2023 menggantikan Johnny G Plate yang terjerat kasus korupsi pengadaan BTS Bakti Kominfo.
Budi Arie diketahui aktif saat terjadi gerakan reformasi 1998, dia turut turun ke jalan pada saat itu.
Baca juga: Sosok Aktivis 98 Dilantik Jadi Wamen di Kabinet Merah Putih, Nezar Patria hingga Fahri Hamzah
Fahri Hamzah
Fahri Hamzah ditunjuk Prabowo menjadi Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Dilansir laman TribunnewsWiki.com, Fahri Hamzah merupakan seorang politikus yang lahir pada 10 November 1971 di Utan, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Saat ini, Fahri menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gelora. Sebelumnya, ia merupakan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Adapun dirinya mengenyam pendidikan S1 di Universitas Indonesia (UI) Fakultas Ekonomi dan S2 di UI Magister Ilmu Kebijakan Publik.
Semasa di UI, dirinya aktif dalam dunia pergerakan, salah satunya menjadi Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) pada 1998
Ia menjadi satu di antara sekian banyak aktivis mahasiswa dalam gerakan Reformasi 1998.
Nezar Patria
Nezar Patria menjabat sebagai Wakil Menteri Komunikasi dan Digital di kabinet Prabowo-Gibran.
Nezar Patria lahir di Sigli (Pidie), Aceh pada 5 Oktober 1970.
Dahulu, Nezar Patria dikenal sebagai salah satu aktivis gerakan Reformasi 1998.
Saat itu, dirinya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID).
Ia juga merupakan salah satu aktivis yang diculik pada masa Orde Baru.
Pasca-Reformasi, Nezar berkecimpung di dunia jurnalistik, di antaranya di Tempo hingga Jakarta Post.
Setelah itu, ia ditunjuk sebagai Direktur Kelembagaan PT Pos Indonesia (2020-2022), Komisaris Komisaris Utama PT Dapensi Trio Usaha (2021-2022), dan Staf Khusus V Menteri BUMN (2022-2023) Wakil Menteri BUMN (2023).
Lalu, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (2023-2024), dan sekarang menjabat sebagai Wakil Menteri Komunikasi dan Digital di Kabinet Merah Putih.
Baca juga: Presidium Nasional Aktivis 98 Rizki Faisal: Ketua MPR Jadi Korban Karena MKD Gagal Faham
Agus Jabo
Agus Jabo Priyono ditunjuk Prabowo sebagai Wakil Menteri Sosial.
Agus Jabo Priyono merupakan Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA).
Pada Pilpres 2024 lalu, Partai PRIMA mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Diwartakan Kompas.com, sejak muda Agus Jabo sudah aktif di dunia pergerakan.
Saat SMA dirinya menjadi kader Pelajar Islam Indonesia (PII). Kemudian, semangatnya di dunia bergerak terus ia bawa hingga menempuh pendidikan di Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta.
Pada masa menjelang Reformasi, Agus Jabo termasuk tokoh yang ikut mendirikan Partai Rakyat Demokratik (PRD) pada tahun 1996.
Saat itu PRD lahir dengan semangat untuk memperjuangkan keadilan di tengah dominasi Orde Baru.
Faisol Riza
Faisol Riza yang lahir di Probolinggo, Jawa Timur pada 1 Januari 1973 ditugaskan Prabowo sebagai Wakil Menteri Perindustrian.
Dahulu, Faisol berkuliah di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta jurusan Ilmu Filsafat.
Ia bergabung dengan Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) dan bahkan menjadi ketua pada tahun 1998-1999.
Faisol juga terlibat dalam PRD. Ia merupakan salah satu aktivis yang pernah diculik rezim selama pemerintahan Orde Baru.
Sementara itu, dirinya mulai aktif berkecimpung di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Ia menduduki posisi sebagai Wakil Ketua DPW PKB DKI Jakarta (2008-2009).
Dikutip dari Kompas.com, Faisol lalu berperan sebagai Wakil Sekretaris Jenderal di tingkat provinsi.
Perannya di PKB terus berkembang hingga akhirnya Faisol dipercaya menjadi Ketua Komisi VI DPR RI, yang membawahi bidang perindustrian, perdagangan, koperasi UKM, BUMN, investasi, dan standarisasi nasional.
Ia mewakili Daerah Pemilihan Jawa Timur II, meliputi Kabupaten dan Kota Probolinggo serta Pasuruan.
Baca juga: Profil Agus Jabo, Mantan Aktivis 98 yang Dipanggil Prabowo ke Kertanegara, Jadi Wamen?
Mugiyanto
Mugiyanto ditunjuk Prabowo sebagai Wakil Menteri Hak Asasi Manusia
Mugiyanto Sipin adalah salah satu korban penculikan pada masa Orde Baru.
Mugiyanto yang dilantik sebagai Wakil Menteri HAM ini adalah seorang Staf Ahli di Kantor Staf Presiden (KSP).
Adapun dirinya merupakan lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM). Aktivis Reformasi 1998 ini pernah berkecimpung di SMID.
Ia pernah menjabat sebagai Direktur Program di International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) pada tahun 2015-2020.
Selain itu, Mugiyanto merupakan mantan Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI).
Budiman Sudjatmiko
Budiman Sudjatmiko diberi tugas oleh Prabowo sebagai Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan.
Budiman merupakan pendiri dan pimpinan Partai Rakyat Demokratik (PRD) pada orde baru.
Pria kelahiran 10 Maret 1970 ini tumbuh besar di tiga kota yakni Cilacap, Bogor dan Yogyakarta.
Budiman aktif diberbagai kegiatan diskusi.
Budiman juga terlibat dalam gerakan mahasiswa saat berkuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), namun Budiman tidak dapat menyelesaikan pendidikan di universitas tersebut.
Mantan politikus Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini mulai dikenal publik saat keterlibatan Budiman yang mendalangi gerakan menentang Orde Baru dan divonis dengan hukuman 13 tahun penjara.
Pada tahun 1996, Budiman mendeklarasikan PRD (Partai Rakyat Demokratik) yang kemudian menyebabkannya dirinya dipenjara oleh pemerintah Orde Baru dan divonis 13 tahun penjara, dan hanya dijalani selama tiga tahun, karena dianggap sebagai dalang insiden peristiwa 27 Juli 1996.