Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas (Kadis) ESDM Bangka Belitung (Babel) Rusbani mengaku tidak tahu apakah pihak smelter menambang bijih timah sudah sesuai izin wilayah penambangan atau tidak.
Hal itu disampaikannya saat bersaksi pada sidang perkara dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (7/11/2024).
Baca juga: Sidang Korupsi Timah, Harvey Moies Klaim Tak Gunakan Dana CSR untuk Kepentingan Pribadi
Ia bersaksi untuk terdakwa eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra dan bos smelter swasta MB Gunawan dan pemilik money changer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim.
"Apakah dahulu saudara sebelum diangkat menjadi Plt sudah diterbitkan juga RKAB," tanya hakim Fahzal Hendri di persidangan.
Kemudian saksi Rusbani mengaku tak tahu hal itu.
"Bukan seperti itu yang mulia, yang sebelum saya, saya tidak tahu," jawabnya.
"Jadi salah satu syarat penerbitan RKAB itu CPI. Apakah saudara tahu (4 smelter) sudah memenuhi itu apa belum,? tanya hakim Fahzal kembali.
Menjawab hal itu Rusbani menerangkan kalau tidak memenuhi syarat, tidak ada CPI, permohonan pihak smelter pasti ditolak.
"Saudara tahu empat perusahaan yang melakukan penambangan sesuai dengan izin wilayah penambangan. Bisa saudara pastikan," kata hakim Fahzal.
Baca juga: Korupsi Timah, Jaksa Heran Bos Smelter Suwito Gunawan Tak Tahu Nilai Saham Padahal Pemilik Mayoritas
"Sehingga saudara terbitkan RKAB itu. Sebetulnya saudara sebagai Plt tidak boleh menerbitkan mengeluarkan kebijakan yang strategis," lanjutnya.
Kemudian dijawab Rusbani pihaknya tak melihat sepenuhnya aktivitas penambangan di wilayah izin penambangan PT Timah di Bangka Belitung.
"Kami memang tidak melihat Yang Mulia," jawab Rusbani.
Rusbani yang belum selesaikan jawabannya langsung dipotong hakim Fahzal.
"Itulah masalahnya. Tugas siapa itu yang bertugas mengevaluasi RKAB," tanya hakim Fahzal yang kemudian dijawab Rusbani ada inspektur tambang.
Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.
Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah dengan smelter.
Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun. Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.