Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Analisis Guru Besar dan ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo soal akurasi perhitungan kerugian negara senilai Rp 271 triliun terkait dugaan korupsi sektor timah diragukan banyak pihak.
Keraguan muncul setelah Bambang tidak dapat menunjukkan bukti perhitungan yang rinci dan tidak memisahkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki oleh PT Timah dari IUP lainnya saat bersaksi pada persidangan lanjutan yang digelar pada 15 November lalu.
Baca juga: Ahli Geologi Sebut Bukaan Lahan Tambang di IUP PT Timah Babel Periode 2015-2022 Hanya 32,75 Hektare
Salah satu sorotan ditujukan pada penggunaan peta citra satelit yang dipakai sebagai dasar penelitian dalam menghitung kerugian tersebut.
Mengingat cakupan area penelitan yang sangat luas, kualitas citra satelit yang digunakan akan sangat menentukan akurasi perhitungan nilai kerusakan lingkungan dalam kasus ini.
Baca juga: Sidang Kasus Timah, Ahli Jelaskan Beda Kekayaan BUMN dengan Keuangan Negara
Ahli Citra Satelit sekaligus Praktisi sektor Pertambangan, Albert Septario Tempessy mengatakan, meskipun peta citra satelit gratis dapat memberikan gambaran kasar tentang luas area yang terdampak oleh aktivitas pertambangan, kualitas gambar yang lebih tinggi sangat dibutuhkan untuk melakukan perhitungan yang lebih akurat.
"Kami menggunakan citra satelit resolusi menengah dari layanan Copernicus untuk menganalisis luas area terbuka akibat aktivitas pertambangan timah. Namun, kami menyarankan untuk menggunakan citra satelit berbayar yang menawarkan resolusi lebih tinggi agar hasil interpretasinya lebih tajam dan akurat," kata dia dalam keterangannya, Sabtu (23/11/2024).
Dalam hal ini, penggunaan peta dengan resolusi tinggi sangat penting untuk memastikan akurasi perhitungan luas area yang terdampak, terutama mengingat luasnya wilayah pertambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Albert juga menyoroti metode purposive sampling yang digunakan oleh Bambang Hero dalam perhitungan kerugian negara.
Dia menjelaskan bahwa purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memilih sampel berdasarkan kriteria tertentu yang relevan dengan topik penelitian.
Meskipun metode ini efisien dalam hal waktu, Albert menekankan bahwa ada kelemahan dalam pendekatan ini.
"Sampel yang diambil dengan metode ini berpotensi tidak mewakili populasi secara keseluruhan," katanya.
Baca juga: Hakim Cecar Eks Petinggi PT Timah Terkait Sosok yang Bekingi hingga Berikan Modal ke Penambang Liar
Oleh karena itu, dalam konteks kawasan Bangka Belitung yang memiliki berbagai formasi geologi yang berbeda, metode ini perlu dikaji kembali untuk memastikan bahwa sampel yang digunakan benar-benar representatif.
Terpisah, Praktisi Pertambangan, Syahrul menjelaskan, dalam menghitung kerugian negara akibat pertambangan timah, bukanlah hal yang sederhana.