Para pelaku melanggar aturan usai memberangkatkan para pekerja migran secara ilegal dengan memakai visa yang tak sesuai.
Kemudian pelaku tidak membekali pekerja migran dengan pelatihan hingga memberangkatkan mereka tanpa melalui jalur resmi yang sudah ditentukan.
Wahyu menyebut sejumlah modus yang dilakukan oleh para pelaku.
Modus yang paling sering dilakukan yakni dengan mengimingi para pekerja migran bakal mendapat pekerjaan dan diupah tinggi.
Namun setibanya di lokasi penempatan, pekerjaan yang diberikan tidak sesuai janji malah paling banyak dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK).
"Modus melakukan eksploitasi anak pokonya memperdayakan anak melalui aplikasi online untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial. Kemudian juga dipekerjakan sebagai LC kalau di negara kita di dalam negeri," ungkap Kabareskrim.
Baca juga: 12 Wanita Diduga Korban TPPO, Dijanjikan Kerja Sebagai LC Tapi Disekap Hingga Sepekan di dalam Rumah
Adapula beberapa pekerja migran yang dipekerjakan di perusahaan ilegal di lokasi penempatan.
Para pekerja migran kerap menerima ancaman berupa kekerasan apabila menolak untuk bekerja atau tak memenuhi target kerja.
"Mereka juga akan menerima konsekuensi yaitu tindakan kekerasan dari para pelaku," jelas dia.
Para pelaku TPPO disangkakan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun.
Kemudian Pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerjaan Negeri Indonesia dengan pidana penjara maksimal 10 tahun. Adapun tiga Polda dengan jumlah pengungkapan terbesar yakni Polda Kepulauan Riau, Polda Kalimantan Utara, dan Polda Kalimantan Barat.