TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Ateng Sutisna, menyatakan dukungan penuh terhadap rencana pemerintah menjadikan Perum Bulog menjadi badan otonom di bawah presiden, sehingga tak lagi berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Rencana itu sebelumnya disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan.
Ketua Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) itu menyatakan dukungan penuh terhadap rencana dimaksud.
Ia menilai perubahan status Perum Bulog menjadi Badan Nasional di bawah Presiden merupakan langkah strategis yang diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan efisiensi operasional dalam mencapai swasembada pangan.
"Namun saya mengingatkan kembali bahwa terdapat sejumlah catatan yang harus diperhatikan dan dipenuhi dalam kerangka perubahan status Perum Bulog guna menjawab tantangan target swasembada pangan dalam waktu dua tahun ke depan," kata Aceng dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Ateng meminta pemerintah melalui Kementerian Koordinator Pangan segera berkoordinasi dengan Kementerian BUMN dalam melakukan transformasi kelembagaan Perum Bulog menjadi Badan Nasional.
Baca juga: Tak Lagi BUMN, Bulog akan Jadi Lembaga Pemerintah Non-Kementerian untuk Kejar Swasembada Pangan
"Dengan perubahan ini, Bulog akan langsung bertanggungjawab kepada Presiden Prabowo Subianto, yang diharapkan dapat mempercepat pengambilan keputusan dan respons terhadap dinamika ketersediaan, penyediaan dan pasar komoditi pangan," tegasnya.
Untuk merealisasikan rencana tersebut, imbuh Ateng, setidaknya pemerintah harus mengambil beberapa langkah strategis, yakni melakukan penerbitan Keputusan Presiden.
"Transformasi ini akan secara resmi dimulai setelah penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) yang mengatur status baru Bulog sebagai badan otonom nasional. Proses ini memerlukan persetujuan dari berbagai pihak terkait, termasuk Kementerian Hukum serta Kementerian Keuangan," katanya.
Berikutnya, lanjut Ateng, penghapusan status BUMN.
Bulog tidak lagi beroperasi sebagai BUMN, yang berarti bahwa regulasi dan pengawasan yang biasanya dilakukan oleh Kementerian BUMN tidak akan berlaku.
Ini memerlukan perubahan dalam struktur organisasi dan tata kelola Bulog.
"Pengaturan fungsi dan tanggung jawab. Sebagai badan otonom, Bulog akan memiliki tanggung jawab lebih besar dalam pengelolaan logistik pangan dan stabilisasi harga. Namun, ada kekhawatiran mengenai potensi konflik kepentingan karena Bulog akan berfungsi sebagai regulator sekaligus operator dalam pengadaan pangan," cetus anggota DPR RI dari Dapil Jawa Barat VII itu.
Baca juga: Dirut Bulog Pastikan Stok Beras Hingga Akhir 2024 Aman Terkendali
Selanjutnya, tambah Ateng, peningkatan kapasitas dan sumber daya.
Dalam rangka menjalankan fungsi barunya, Bulog perlu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan sumber daya infrastrukturnya untuk memastikan efektivitas operasionalnya.
Ini termasuk pelatihan bagi pegawai dan pengembangan sistem manajemen yang lebih baik.
"Menurut hemat saya, Kementerian Koordinator Pangan, setidaknya juga perlu mempertimbangkan hal-hal di antaranya berkoordinasi dengan lembaga Lain. Transformasi kelembagaan Bulog juga harus mempertimbangkan peran lembaga lain, seperti Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk menghindari tumpang tindih fungsi dan memastikan kebijakan pangan yang terintegrasi," tutur Ateng.
Berikutnya, tambahnya, risiko korupsi dan nepotisme.
Sejarah menunjukkan bahwa dualisme peran Bulog sebagai regulator dan operator dapat menciptakan celah bagi praktik korupsi.
Oleh karena itu, penting untuk menerapkan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
"Dukungan Anggaran Bulog diperkirakan memerlukan alokasi anggaran yang signifikan untuk menjalankan operasionalnya sebagai badan otonom, dengan estimasi kebutuhan yang akan lebih besar dibandingkan sebelumnya, saat berstatus sebagai BUMN," ujarnya.
Pemerintah, lanjut Ateng, melalui Kementerian Koordinator Pangan segera berkoordinasi dengan Badan Pangan Nasional dalam melakukan transformasi tugas pokok dan fungsi Perum Bulog Menjadi Badan Nasional
Koordinasi antara Kementerian Koordinator Pangan dan Badan Pangan Nasional sangat krusial dalam proses transformasi tugas pokok dan fungsi Bulog sebagai badan otonom nasional.
"Melalui langkah-langkah strategis seperti rapat koordinasi berkala, pembentukan tim kerja, dan pengembangan sistem informasi, diharapkan Bulog dapat menjalankan fungsi barunya secara efektif dalam mendukung ketahanan pangan nasional, tanpa tumpang tindih dengan kewenangan Badan Pangan Nasional," kata Ateng.
Untuk itu, lanjut Ateng setidaknya beberapa langkah dapat segera dilakukan, yaitu:
menyelaraskan kebijakan pangan nasional.
Koordinasi diperlukan untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil oleh Bulog sebagai badan otonom nasional sejalan dengan kebijakan pangan nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
"Hal ini guna menghindari perbedaan visi dan misi, yang mungkin ada perbedaan pandangan antara Kementerian Koordinator Pangan dan Badan Pangan Nasional mengenai strategi terbaik untuk mencapai ketahanan dan kedaulatan pangan nasional," ucap Ateng.
Selajutnya, kata Ateng, stabilitas pangan nasional.
Mengingat Bulog memiliki peran penting dalam pengadaan dan stabilisasi harga pangan secara nasional, koordinasi dengan Badan Pangan Nasional akan membantu dalam merumuskan strategi yang efektif untuk mencapai ketahanan pangan.
"Penguatan Kebijakan Pangan Nasional. Melalui koordinasi yang solid, kebijakan pangan nasional dapat diterapkan secara konsisten dan terintegrasi, mengurangi risiko kebijakan yang tidak sinkron antara berbagai lembaga yang mengurusi pangan yang telah terbentuk sebelumnya," jelasnya
Selanjutnya, imbuh Ateng, pembentukan tim kerja gabungan.
Membentuk tim kerja yang terdiri dari perwakilan dari Kementerian Koordinator Pangan, Badan Pangan Nasional, dan Bulog untuk mengembangkan rencana aksi bersama.
"Tim ini akan bertugas merumuskan kebijakan dan strategi yang diperlukan selama proses transisi. Selain itu ini bisa menghindari resistensi terhadap perubahan, khususnya bagi pegawai Bulog yang mungkin akan mengalami kesulitan beradaptasi dengan perubahan status kelembagaan dan tanggungjawab baru," ungkap Ateng.
Berikutnya, lanjut Ateng, penyusunan protokol kerja.
Menyusun protokol kerja yang jelas mengenai tanggung jawab masing-masing lembaga dalam pengelolaan pangan.
Ini termasuk mekanisme pelaporan dan evaluasi kinerja untuk memastikan akuntabilitasnya.
Setelah itu, kata kata Ateng, efisiensi operasional.
Dengan adanya koordinasi yang baik dan rutin, proses pengadaan dan distribusi pangan dapat dilakukan dengan lebih efisien, mengurangi waktu dan biaya operasional.
"Koordinasi antara Kementerian Koordinator Pangan dan Badan Pangan Nasional merupakan kunci untuk memastikan transisi Bulog menjadi badan otonom nasional berjalan lancar. Dengan langkah-langkah strategis dimaksud, diharapkan Bulog dapat menjalankan fungsi barunya dengan efektif dalam mendukung ketahanan pangan nasional," tutup Ateng.