News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Upah Minimum Pekerja

4 Fakta UMP 2025 Naik 6,5 Persen, Permenaker Baru Segera Terbit hingga Reaksi Pengusaha dan Buruh

Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Prabowo Subianto mengumumkan penetapan rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Jumat, (29/11/2024).

TRIBUNNEWS.COM - Fakta-fakta penetapan rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen.

Diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan kenaikan UMP pada Jumat (29/11/2024) di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Prabowo mengatakan, kenaikan UMP 2025 ditetapkan sebesar 6,5 persen.

"Baru saja kami melaksanakan suatu rapat terbatas untuk membahas beberapa masalah, tapi yang terutama adalah membahas masalah upah minimum tahun 2025," kata Prabowo.

Fakta UMP 2025 Naik 6,5 Persen

1. Alasan Prabowo Tetapkan Kenaikan UMP

Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk menaikkan UMP 2025 setelah melakukan rapat terbatas dengan menterinya, termasuk Menteri Tenaga Kerja. 

Awalnya, menurut Presiden, Menteri Tenaga Kerja mengusulkan kenaikan di angka 6 persen.

Namun akhirnya diputuskan secara bersama, UMP naik sebesar 6 persen. 

Prabowo mengungkapkan, Pemerintah telah melakukan pertemuan dengan para Serikat Pekerja.

Baca juga: UMP 2025 Naik 6,5 Persen, Prabowo: Kami akan Terus Perbaiki Kesejahteraan Buruh

"Menteri Tenaga Kerja mengusulkan kenaikan upah minimum sebesar 6 persen," ungkap Presiden Prabowo dalam siaran YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (29/11/2024). 

"Namun setelah membahas juga dan melaksanakan pertemuan-pertemuan dengan pimpinan buruh, kita ambil keputusan untuk menaikkan rata-rata upah minimum nasional pada tahun 2025 sebesar 6,5 persen," lanjutnya

Meski demikian, untuk upah minimum sektoral akan ditetapkan oleh Dewan Pengupahan Provinsi, Kota dan Kabupaten. 

Adapun ketentuan terkait upah minimum akan diatur oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.

2. Menaker Targetkan Aturan UMP Terbit Pekan Depan

Merespons kenaikan UMP tersebut, Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menyampaikan aturan kenaikan UMP akan dimuat dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker).

Yassierli mengupayakan, aturan baru itu, akan dikeluarkan pada pekan pertama Desember 2024 atau rampung sebelum Rabu (4/12/2024), pekan depan.

"Seperti beliau sampaikan detailnya itu nanti ada di Peraturan (Menteri) Ketenagakerjaan."

"Dan kerja kita akan push ini hopefully, saya enggak bisa janjikan ya, mungkin sebelum Rabu kita sudah keluar," kata Yassierli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat. 

Adapun upah minimum sektoral akan ditetapkan Dewan Pengupahan provinsi, kabupaten/kota masing-masing. 

3. Buruh Terima Keputusan Presiden Prabowo

Sementara itu, pihak serikat buruh bersama Partai Buruh menerima keputusan Presiden Prabowo dengan berbagai alasan.

Mulainya, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengungkap soal tuntutan dari serikat buruh yang kerap menggelar aksi untuk menaikkan upah.

Menurut Said, sejatinya tuntutan buruh meminta agar upah naik sebesar 8-10 persen.

"Serikat buruh kami menyampaikan, pertama target yang kami harapkan adalah upah minimum itu 8-10 persen," kata Said Iqbal saat jumpa pers secara daring, Jumat (29/11/1024) malam.

Namun, lanjut Said Iqbal, kini pemerintah telah memutuskan kenaikan upah pada angka 6,5 persen.

Kenaikan tersebut, dinilai mendekati dari angka tuntutan serikat buruh di minimal 8 persen.

"Maka itu sudah mendekati dari nilai yang diharapkan oleh buruh, buruh harapannya 8-10 persen, karena 6,5 persen mendekati 8 persen, maka buruh menyatakan menerima keputusan Presiden RI Prabowo Subianto, yaitu menaikan upah minimum 6,5 persen jadi mendekati 8 persen," ungkapnya.

Lebih lanjut, Said Iqbal menyatakan alasan lain kenapa buruh menerima dari keputusan Presiden Prabowo itu.

Satu di antaranya soal fenomena deflasi yang pernah dialami Indonesia lima bulan terakhir.

Menurutnya, angka 6,5 persen yang diputuskan Prabowo sudah rasional dan masuk akal dengan penghitungan deflasi.

Deflasi adalah kondisi ekonomi di mana harga barang dan jasa secara umum mengalami penurunan di dalam jangka waktu tertentu.

Presiden Prabowo Subianto saat mengumumkan penetapan kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5 persen. Pengumuman dilakukan di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Jumat, (29/11/2024). (Tribunnews.com/ Taufik Ismail)

4. Kalangan Pengusaha Masih Tunggu Aturan Kenaikan UMP

Terkait kenaikan UMP ini, dari kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) masih menunggu regulasi mengenai kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dari pemerintah.

hal tersebut, disampaikan Wakil Ketua bidang Ketenagakerjaan Apindo Jakarta, Nurjaman, Jumat (29/11/2024).

"Kita sedang menunggu dulu ketentuan atau regulasi pastinya," katanya. 

Ia mengatakan, kalangan pengusaha belum mendapatkan penjelasan detail terkait landasan kenaikan itu.

"Kita belum tahu angka itu dari mana, seperti apa bagaimana. Jadi tunggu regulasinya dulu apakah itu 6,5 itu batas tertinggi atau batas terendah dan juga belum tahu karena regulasinya belum ada," tutur Nurjaman.

Baca juga: Ini Alasan Serikat Buruh Terima Kenaikan UMP 6,5 Persen di Tahun 2025 

Oleh sebab itu, pengusaha masih menunggu penjelasan pemerintah mengenai skema penerapan kenaikan UMP 2025. 

Nantinya, para pengusaha akan melakukan kalkulasi dampak kenaikan upah terhadap biaya produksi dan operasional.

Hal senada juga disampaikan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melalui Ketua Bidang Ketenagakerjaan Bob Azam.

Bob Azam menyampaikan, pihaknya belum mengetahui landasan apa yang digunakan untuk menaikkan UMP 6,5 persen.

"Kita sampai saat ini tidak tahu apa landasannya pemerintah menetapkan kenaikan 6,5 persen dan bagaimana upah ditetapkan kedepannya," tutur Bob saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (29/11/2024).

Menurut Bob, dunia usaha dipastikan akan mengalami kebingungan sesaat untuk mengukur kenaikan berbagai biaya yang dipicu UMP 6,5 persen.

"Justru saat ini kita menunggu penjelasan pemerintah. Not just numbers, tapi mampu atau tidak," ungkap Bob Azam.

(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Bambang Ismoyo, Dennis Destryawan, Taufik Ismail, Rizki Sandi Saputra, Lita Febriani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini