Perkara ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK.
Bermula dari serangkaian penyelidikan, KPK mendapatkan sejumlah indikasi adanya tindak pidana korupsi, di antaranya pada Senin, 2 Desember 2024, sekira pukul 16.00 WIB, KPK menerima informasi Novin Karmila selaku Plt. Kepala Bagian Umum Pemerintah Kota Pekanbaru akan menghancurkan tanda bukti transfer sejumlah Rp 300 juta kepada anaknya, yaitu Nadya Rovin Puteri (NRP).
"Diketahui transfer tersebut dilakukan oleh RS (Rafli Subma) yang merupakan Staf Bagian Umum, atas perintah dari NK," ujar Ghufron.
KPK selanjutnya mengamankan Novin bersama dengan sopir yang mendampinginya berkegiatan, yaitu Darmansyah (DM) pada sekira pukul 18.00 di rumah Novin, di wilayah Kota Pekanbaru, Riau. KPK turut mengamankan uang tunai sejumlah Rp 1 miliar di dalam sebuah tas ransel.
Selanjutnya, tim KPK mengamankan Risnandar Mahiwa selaku Pj. Wali Kota Pekanbaru bersama dengan dua ajudannya, yaitu Nugroho Adi Triputranto (NAT) alias Adi (A) alias Untung (U) dan Mochammad Rifaldy Mathar (MRM) alias Aldy (AD) di rumah dinas wali kota. KPK turut mengamankan uang tunai sejumlah kurang lebih Rp 1,39 miliar yang diberikan oleh Novin kepada Risnandar di rumah dinas wali kota.
Berlanjut, pada sekira pukul 20.30, Risnandar meminta istrinya yaitu Aemi Octawulandari Amir (AOA) untuk menyerahkan uang tunai sejumlah Rp 2 miliar dalam tas kepada tim KPK yang mendatangi rumah pribadinya di Jakarta.
"Pada sekitar pukul 20.32, IPN selaku Sekda Kota Pekanbaru diamankan di rumah pribadinya di Kota Pekanbaru. Ditemukan uang tunai kurang lebih sejumlah Rp 830 juta di rumahnya yang diterimanya dari NK," tutur Ghufron.
Berdasarkan pengakuan Indra Pomi, secara keseluruhan uang yang diterimanya dari Novin sejumlah Rp 1 miliar, tetapi sebesar Rp 150 juta sudah diberikan Indra Pomi kepada Yuliarso (YL) selaku pihak Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pusat dan Rp 20 juta ke wartawan.
Kemudian pada sekira pukul 21.00, Nadya Rovin yang merupakan anak Novin diamankan di Kos Casa Tebet Mas Indah. Pada rekening Nadya terdapat saldo di rekening miliknya sebesar Rp 375.467.141. Sejumlah Rp 300 juta pada rekening tersebut berasal dari setoran tunai yang dilakukan oleh Rafli Subma atas perintah Novin pada 2 Desember 2024.
Selanjutnya pada pukul 21.30 , tim KPK tiba di Kantor Wali Kota Pekanbaru dan melakukan pemasangan garis KPK di beberapa ruangan di Gedung Kantor Wali Kota, yaitu ruang Bagian Umum, ruangan Sri Wahyuni (SW) selaku Bendahara Pengeluaran, ruang Sekda, ruang Wali Kota, dan ruang Bendahara di Kantor BPKAD Gedung B3 Komplek Pemkot.
"Pada sekitar pukul 23.00, MU (Mariya Ulfa), TS (Tengku Suhaila), dan RS (Ridho Subma) yang merupakan Staf Bagian Umum datang menemui tim KPK di Kantor Wali Kota Pekanbaru. Kemudian, pada sekitar pukul 23.30, NK meminta kakaknya yang bernama FC (Fachrul Chacha) untuk menyerahkan uang tunai sejumlah Rp 1 miliar yang ada di rumah Pekanbaru, kepada tim KPK," kata Ghufron.
Ghufron menyebutkan, sekira pukul 00.50 tanggal 3 Desember 2024, Sri Wahyuni selaku Bendahara Pengeluaran tiba di Kantor Pemkot Pekanbaru menemui tim KPK.
Pada pukul 02.43 tanggal 3 Desember 2024, tim KPK mengamankan uang sejumlah Rp 100 juta dari Nugroho Adi alias Untung di rumah dinas Pj Wali Kota Pekanbaru. Uang tersebut berasal dari pencairan TU yang diberikan oleh Novin pada 29 November 2024.
"Pada pukul 10.00 tanggal 3 Desember 2024, tim menuju rumah AN atau U di Ragunan untuk mengamankan sekurang-kurangnya uang sejumlah Rp 200 juta yang masih tersimpan di rumah AN atau U yang merupakan uang dari NK," kata Ghufron.