TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah ogah disalahkan soal rencana kenaikan PPN jadi 12 persen per 1 Januari 2025.
Pasalnya, kebijakan ini mengikuti amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang sebelumnya disahkan di DPR RI.
Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai mengantar Prabowo Subianto di Pangkalan TNI AU (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (17/12/2024).
"PPN tahun depan yang menentukan adalah undang-undang, dan undang-undang itu adalah hampir seluruh fraksi (DPR), kecuali PKS."
"Jadi yang menentukan bukan pemerintah," kata Airlangga dilansirĀ Kompas.com.
Lebih lanjut, kata Airlangga, pemerintah telah melakukan langkah antisipasi kenaikan tarif PPN dengan membuat sederet paket insentif.
Seperti di antaranya memberikan bantuan pangan yang akan diberikan untuk 16 juta keluarga.
Masing-masing keluarga mendapatkan beras 10 kilogram per bulan.
Pemerintah juga masih tetap akan menerapkan pembebasan tarif PPN untuk kebutuhan pokok seperti beras, jagung, kedelai, gula, susu segar, daging, telur ayam, dan ikan.
Pemerintah juga kan mempertahankan tarif PPN 11 persen untuk tiga komoditas pokok penting, yakni minyakita, tepung terigu, dan gula industri.
Tarif PPN tersebut dipertahankan dengan kebijakan insentif PPN DTP, di mana pemerintah menanggung 1 persen dari tarif PPN ketiga barang pokok penting yang seharusnya ikut naik menjadi 12 persen.
Baca juga: Menko Pangan Bantah Klaim Menkeu Soal Beras Premium Kena PPN 12 Persen
Dalam hal pangan, setidaknya pemerintah harus menyediakan dana insentif ini sekitar Rp 4,6 triliun.
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan diskon tarif listrik sebesar 50 persen selama Januari-Februari 2025.
Diskon tarif listrik sebesar 50 persen diberikan untuk pelanggan PLN dengan daya terpasang 2.200 VA atau lebih rendah selama Januari-Februari 2025.