Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis hakim Eko Aryanto menjatuhkan vonis selama 6,5 tahun penjara kepada terdakwa Harvey Moeis dalam sidang kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024).
Vonis yang dijatuhi hakim Eko ini jauh lebih rendah ketimbang tuntutan dimintakan Jaksa Penuntut Umum (JPPU), yakni pidana penjara selama 12 tahun.
Terkait hal ini, hakim Eko menilai tuntutan 12 tahun yang diminta Jaksa terhadap Harvey Moeis terlalu berat jika melihat peran yang dilakukan suami Sandra Dewi itu dalam kasus korupsi timah.
"Menimbang bahwa tuntutan pidana penjara selama 12 tahun kepada terdakwa Harvey Moeis, Majelis hakim mempertimbangkan tuntutan pidana penjara tersebut terlalu berat," ucap Hakim di ruang sidang.
Salah satu pertimbangannya, Eko menganggap bahwa Harvey selama di persidangan beralasan hanya membantu Suparta selaku Direktur PT Refined Bangka Tin dalam kerjasama dengan PT Timah Tbk.
"Karena terdakwa memiliki pengalaman mengelola usaha tambang batu bara di Kalimantan," kata Hakim.
Baca juga: Prabowo Buka Pintu Maaf Koruptor Asal Kembalikan Uang, MAKI: Kembalikan Uang Tidak Hapus Pidana
Selain itu, Hakim juga mempertimbangkan posisi Harvey Moeis di PT RBT yang tidak tergabung dalam kepengurusan di perusahaan.
Sehingga kata Eko, Harvey bukan pembuat keputusan kerjasama antara PT Timah Tbk dan PT RBT serta terdakwa dinilai tidak mengetahui administrasi dari keuangan di kedua perusahaan tersebut.
"Bahwa dengan keadaan tersebut terdakwa tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama peleburan timah antara PT timah TBK dan PT RBT maupun dengan para pengusaha smelter peleburan timah lainnya yang menjalin kerja sama dengan PT timah TBK," jelasnya.
Alhasil, maelis hakim pun berpandangan hukuman pidana yang sebelumnya dituntut oleh Jaksa harus dikurangi.
Pengurangan hukuman itu bahkan bukan berlaku hanya untuk Harvey, kata Hakim hal itu juga berlaku untuk dua terdakwa lain yakni Suparta dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.
Pasalnya, menurut dia, dalam fakta persidangan diketahui bahwa PT RBT bukan merupakan penambang ilegal yang beroperasi di wilayah IUP PT Timah.
Baca juga: Kaleidoskop 2024: Daftar OTT KPK Sepanjang Tahun yang Minimalis, Bupati Labuhan Batu Jadi Pembuka
Perusahaan smelter swasta itu dianggap Hakim memiliki izin usaha pertambangan (IUP) sendiri dalam menjalankan bisnis timahnya.
"Menimbang bahwa berdasarkan fakta tersebut sehingga majelis hakim berpendapat tuntutan pidana penjara yang diajukan penuntut umum terhadap 3 terdakwa Harvey Moeis, Suparta, Reza terlalu tinggi dan harus dikurangi," pungkasnya.
Harvey Moeis Hanya Divonis 6,5 Tahun Penjara
Terdakwa sekaligus suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis divonis 6,5 tahun penjara dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah.
Dalam putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto, Harvey Moeis dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer jaksa penuntut umum (JPU).
Harvey terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP.
Selain itu Harvey juga dianggap Hakim Eko terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan terhadap terdakwa Harvey Moeis oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan," ucap Hakim Eko di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024).
Selain hukuman pidana badan, Harvey Moeis juga divonis pidana denda sebesar Rp 1 miliar dimana apabila tidak mampu membayar maka diganti dengan kurungan selama 6 bulan.
Tak hanya itu, Harvey Moeis juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
Namun, apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta benda Harvey dapat disita oleh Jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti.
"Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun," jelas Hakim.
Lebih Rendah Ketimbang Tuntutan
Putusan terhadap Harvey oleh Majelis Hakim ini lebih rendah dibandingkan tuntutan yang dijatuhkan oleh Jaksa Penuntut Umum yakni selama 12 tahun penjara.
Dalam tuntutannya, Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Hal itu diatur dan diancam dengan pasal Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP sebagaimana dalam dakwaan kesatu.
Baca juga: Menko Yusril Segera Data Napi Jamaah Islamiyah yang Bisa Bebas Bersyarat dan Mendapat Grasi
Selain itu, Jaksa juga menilai bahwa Harvey terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun," ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).
Selain dituntut pidana badan, Harvey juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Tak hanya itu, ia juga dituntut pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Jika dalam waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 6 tahun," ujar jaksa.
Dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (14/8/2024) lalu, Harvey Moeis berperan mengkoordinir pengumpulan uang pengamanan dari para perusahan smelter swasta di Bangka Belitung.
Perusahaan smelter yang dimaksud ialah: CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
"Terdawa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin meminta kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada terdakwa Harvey Moeis sebesar USD 500 sampai dengan USD 750 per ton," ujar jaksa penuntut umum di persidangan.
Uang pengamanan tersebut diserahkan para pemilik smelter dengan cara transfer ke PT Quantum Skyline Exchage milik Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.
Baca juga: BREAKING NEWS: 18 Oknum Polisi yang Diduga Lakukan Pemerasan Penonton DWP Asal Malaysia Ditangkap
Selain itu, uang pengamanan juga ada yang diserahkan secara tunai kepada Harvey Moeis.
Seluruh uang yang terkumpul, sebagian diserahkan Harvey Moeis kepada Direktur Utama PT Refined Bangka Tin, Suparta. Sedangkan sebagian lainnya, digunakan untuk kepentingan pribadi Harvey Moeis.
"Bahwa uang yang sudah diterima oleh terdakwa Harvey Moeis dari rekening PT Quantum Skyline Exchange dan dari penyerahan langsung, selanjutnya oleh terdakwa Harvey Moeis sebagian diserahkan ke Suparta untuk operasional Refined Bangka Tin dan sebagian lainnya digunakan oleh terdakwa Harvey Moeis untuk kepentingan terdakwa," kata jaksa penuntut umum.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.