TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR yang melibatkan Harun Masiku.
Sebagai informasi, Harun Masiku merupakan politikus PDIP dan eks calon legislatif partai yang menjadi tersangka kasus suap tersebut.
Dalam hal ini, KPK menduga bahwa Hasto bersama Harun Masiku memberi suap kepada Wahyu Setiawan yang saat itu menjabat sebagai Komisioner KPU RI.
Adapun, surat perintah penyidikan atau sprindik penetapan Hasto sebagai tersangka bertanggal pada 23 Desember 2024.
Lalu, penetapan Hasto sebagai tersangka dilakukan setelah ekspose perkara pada 20 Desember 2024 atau setelah pimpinan baru KPK mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden Prabowo Subianto.
Namun, sejauh ini, belum ada keterangan resmi dari KPK mengenai informasi penetapan tersangka Hasto tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto menyatakan lembaganya akan segera menggelar konferensi pers terkait penetapan tersangka terhadap Hasto itu.
"Secepatnya kita konpers," kata Fitroh kepada wartawan, Selasa (24/12/2024).
Kendati demikian, belum dapat diketahui lebih pasti jumpa pers yang akan dilakukan KPK apakah digelar hari ini atau tidak.
Berdasarkan surat yang diterima Tribunnews, dalam kasus ini, Hasto dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Berikut ini isi pasal tersebut:
Baca juga: Dikabarkan jadi Tersangka di KPK, Begini Kondisi Rumah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Bekasi
Pasal 5
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 250.000.000 setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Pasal 13
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000.
Berdasarkan penuturan sumber Tribunnews yang mengetahui perkara ini, Hasto ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor Sprin. Dik/ -153 /DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024.
Peran Hasto Terungkap di Persidangan
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, pada Kamis, 16 April 2020 lalu, Hasto mengaku tidak menugaskan terdakwa Saeful Bahri membantu mengurus permohonan pergantian antar waktu Harun Masiku.
Namun, Saeful Bahri beberapa kali sempat berkomunikasi melalui aplikasi WhatsApp dengan Hasto, bahkan sempat bertemu juga.
Hal ini terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK saat Hasto memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa Saeful Bahri.
Saeful Bahri sendiri merupakan anggota PDIP yang didakwa menyuap mantan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan secara bertahap, sejumlah 19 ribu dolar Singapura dan 38,3 ribu dolar Singapura yang seluruhnya setara jumlah Rp600 Juta.
Upaya memberikan uang itu dengan maksud agar Wahyu Setiawan mengupayakan KPU RI menyetujui permohonan PAW PDIP dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan 1 (Sumsel 1) kepada Harun Masiku.
Dalam sidang itu, JPU pada KPK membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) atas nama Hasto Kristiyanto nomor 33 yang menjelaskan komunikasi antara saksi Hasto dengan terdakwa Saeful Bahri pada tanggal 3 Desember 2019.
“BAP 33 penyampaian terdakwa kepada saksi. Izin lapor mas, Donny (Donny Tri Istiqomah, penasihat hukum PDIP, red) berhasil menekuk kelompoknya Tuedi. Jagoan kita menang di kongres. Izin mas, terkait Pak Harun kewenangan pemecatan Riezky (Aprilia, red) dan sebagainya. Ini maksudnya bagaimana?” tanya Jaksa KPK Takdir Suhan kepada Hasto.
Hasto pun menjelaskan maksud pesan singkat yang dikirim terdakwa Saeful melalui aplikasi WhatsApp itu.
“Dari sini terdakwa mengusulkan penetapan Harun (Masiku, red) bisa dilakukan dengan pemecatan saudara Riezky. Tetapi, saya hanya baca dan tidak memberikan atensi. Maka, saya hanya mengatakan 'Ok Sip',” jawab Hasto.
Dia mengaku bukan kewenangannya memecat Riezky Aprilia yang sudah terpilih sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I.
“Beda, karena secara teknis memang menjadi kewenangan bidang hukum. Jadi, saya jawab 'Ok Sip',” ungkap Hasto.
Kemudian, BAP nomor 34 atas nama Hasto Kristiyanto juga dibacakan oleh JPU pada KPK.
“Ini di BAP, apakah saudara pernah berkomunikasi via WA dengan terdakwa 16 Desember 2019. Ada kata-kata dari saudara 'Tadi ada 600 yang 200 dipakai untuk DP penghijauan dulu', benar tidak?” tanya Jaksa Ronald Worotikan kepada Hasto.
Hasto membenarkan ada percakapan itu dan menjelaskan bahwa uang senilai Rp600 juta dialokasikan DPP PDIP untuk merencanakan ulang tahun PDIP pada 10 Januari 2020 yang bertepatan dengan hari menanam pohon sedunia.
PDIP merencanakan gerakan mencintai Bumi dengan cara melakukan penghijauan serentak.
Pihaknya juga mengeluarkan instruksi secara resmi kepada seluruh jajaran partai untuk menjalankan penghijauan di kantor-kantor partai.
Untuk di kantor DPP PDIP di Jakarta Pusat, pihaknya akan membangun lima vertical garden yang direncanakan mulai dari 10 Januari sampai 5 Februari 2020.
Menurut dia, Saeful Bahri menawarkan diri untuk membantu DPP PDIP.
Namun, pada akhirnya, karena ada operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020 terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, anggota PDIP Agustiani Tio Fridelina, dan anggota PDIP Saeful Bahri, maka acara gerakan mencintai Bumi itu dibatalkan.
“Ada anggaran 600 dan 200 sebagai DP. Tetapi, pelaksanaannya hal tersebut belum terealisasi karena ada persoalan ini. Sementara program dilakukan setelah ultah partai 10 Januari 2020. Jadi, apa yang ada di komunikasi itu belum terjadi,” ungkap Hasto.
Terakhir, Jaksa Takdir membacakan BAP nomor 35 atas nama Hasto.
“Ada komunikasi BAP 35 dengan pak Donny 13 november 2019. Intinya mas kronologi, Harun besok jam 10 pagi saya cocokkan dengan arsip surat yang sudah kami keluarkan, paling telat jam 11, ready. Saya sudah janjian dengan Ratna besok di lantai 1 untuk cek ulang ini. 'Ok Sip', maksudnya bagaimana?” tanya Takdir.
“Di situ saya membaca dan sebagai jawaban saya dan bentar mohon izin dulu. Saya membaca dan terhadap apa yang disampaikan Donny Istiqomah ke saya, kami minta kronologi karena diperlukan untuk bahan rapat DPP Partai yang akan meminta fatwa kepada Mahkamah Agung,” tambahnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Ilham Rian/Melvyandie Haryadi)