Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi III DPR RI menerima 469 laporan aduan masyarakat sepanjang tahun 2024.
Hal itu diungkapkan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, dalam Kinerja Akhir Tahun terhadap Mitra Kerja Komisi III DPR RI.
Baca juga: Kasus Kekerasan Polisi Naik, Komisi III DPR Desak Rekrutmen dan Pembinaan Anggota Polri Dievaluasi
"Sepanjang Tahun 2024, Komisi III DPR RI menerima 469 laporan pengaduan masyarakat. Banyaknya laporan masyarakat tersebut menunjukkan bahwa masyarakat percaya dengan Komisi III DPR RI untuk segera menindaklanjuti pengaduan tersebut," kata Habiburokhman di Ruang Rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (27/12/2024).
Dari aduan yang diterima, Komisi III DPR telah meneruskan kepada mitra kerja dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku untuk selanjutnya dapat ditindaklanjuti oleh mitra kerja terkait.
Baca juga: Anggota Komisi III DPR: KPK dan Kejagung Punya Tugas Berat Kembalikan Uang yang Dicuri Koruptor
"Komisi III DPR RI pada periode ini telah menindaklanjuti berbagai pengaduan masyarakat, khususnya dengan melakukan RDP maupun RPDU dengan 11 pihak dan telah menghasilkan berbagai rekomendasi untuk perbaikan dalam menciptakan sistem penegakan hukum yang adil, berkepastian hukum, dan berkemanfaatan sesuai ketentuan perundang-undangan," ucap Habiburokhman.
Dari data yang dipaparkan Habiburokhman, mitra kerja yang paling diadukan masyarakat yakni lembaga peradilan yaitu Mahkamah Agung (MA).
Dikatakan Habiburokhman masyarakat tidak mengadukan MA secara khusus, namun lebih kepada penanganan hukum di pengadilan.
"Jumlah pengaduannya 149, persentasenya hampir sepertiga dari aduan yang masuk 37,1 persen. Keterangan jenis aduan kebanyakan tentang penanganan perkara, mafia peradilan, mafia pertanahan, dan profesionalisme pelayanan publik," ucapnya.
Yang kedua BNN, ada 113 aduan atau 24,1 persen dari jumlah aduan yang masuk.
"Keterangan jenis aduannya yaiti penanganan perkara narkotika, profesionalitas pelayanan publik," ujar Habiburokhman.
Ketiga, Kejaksaan RI (85 aduan atau 18,2 persen. Jenis aduannya yakni Penyalahgunaan wewenang, pelanggaran pidana oleh oknum anggota, dan pelanggaran kode etik.
Keempat, Kepolisian RI (60 aduan atau 12,7 persen). Jenis aduannta yakni penanganan perkara, profesionalitas pelayanan publik, penyalahgunaan wewenang, dan pelanggaran kode etik oleh oknum anggota.
Kelima, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK (23 aduan atau 4,9 persen). Jenis aduannya penanganan perkara korupsi dan profesionalitas pelayanan publik.
Baca juga: Komisi III DPR Menduga Anak Bos Toko Roti Psikopat, Polisi Bakal Periksa Kejiwaannya
Keenam, Mahkamah Konstitusi atau MK (18 aduan atau 3,8 persen). Jenis aduannya yaitu penanganan perkara profesionalitas pelayanan publik dan penyalahgunaan wewenang.
Ketujuh, Komisi Yudisial atau KY (13 aduan atau 2,7 persen). Jenis aduannya profesionalitas pelayanan publik dan penyalahgunaan wewenang.
Kedelapan, PPATK (8 aduan atau 1,9 persen). Jenis aduannya penelusuran transaksi terkait tindak pidana.
"Untuk sampai periode Oktober 2024 sebetulnya ada aduan terkait Komnas HAM, kemudian Kementerian Hukum dan HAM terutama Dirjen Pemasyarakatan dan Imigrasi, tetapi tidak kami sampaikan karema saat ini bukan lagi menjadi mitra Komisi III," katanya.
Polri Paling Responsif
Habiburokhman menyatakan dari aduan yang diterima, Komisi III DPR langsung menindaklanjuti dengan mengirim bentuk laporannya ke mitra kerja terkait.
Diungkapkannya, Polri menjadi mitra kerja Komisi III DPR RI yang paling responsif.
"Ketika ada laporan kami biasanya membuat pdf dokumen tersebut, lalu kami kirimkam ke mitra terkait. Misalnya ada teman melaporkan polres metro lampung bentuk laporannya kami pdf kan, kami kirim ke polres setempat, kami minta tindak lanjutnya seperti apa," ujarnya.
"Yang paling aktif merespons itu Polri, jadi Polri adalah mitra kerja Komisi III yang paling responsif menindaklujiti aduan masyatakat ke Komisi III DPR," imbuhnya
Dalam paparannya, Polri menempati posisi pertama mitra kerja Komisi III DPR paling responsif dengan persentase 94 persen.
Kedua Kejaksaan RI (89 persen) ketiga Komisi Yudisial (85 persen), keempat PPATK (85 persen), kelima Mahkamah Konstitusi (78 persen), keenam KPK (65 persen), ketujuh BNN (54 persen) dan Mahkamah Agung (38 persen).