Hadapi Tantangan Digital, Fraksi Partai Demokrat DPR Dorong Revisi UU Perlindungan Konsumen

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

REVISI UU PERLINDUNGAN KONSUMEN - Fraksi Partai Demokrat DPR RI mendorong revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) untuk menjawab tantangan ekonomi digital, seperti penipuan online, eksploitasi data pribadi, dan praktik bisnis tidak adil. Wakil Ketua MPR RI sekaligus Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menegaskan revisi UUPK harus menjamin ekosistem bisnis berkeadilan.
REVISI UU PERLINDUNGAN KONSUMEN - Fraksi Partai Demokrat DPR RI mendorong revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) untuk menjawab tantangan ekonomi digital, seperti penipuan online, eksploitasi data pribadi, dan praktik bisnis tidak adil. Wakil Ketua MPR RI sekaligus Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menegaskan revisi UUPK harus menjamin ekosistem bisnis berkeadilan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi Partai Demokrat DPR RI mendorong revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) untuk menjawab tantangan ekonomi digital, seperti penipuan online, eksploitasi data pribadi, dan praktik bisnis tidak adil.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua MPR RI sekaligus Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), dalam Seminar Nasional bertajuk “Revisi UU Perlindungan Konsumen: Ekonomi Tumbuh, Usaha Maju, Konsumen Terlindungi” di Ruang Abdul Muis, Gedung Nusantara DPR RI, Selasa (18/3/2025).

Seminar turut dihadiri regulator, akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat sipil, termasuk Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan RI, Moga Simatupang, serta Komisioner BPKN Akmal Budi Yulianto. 

Ibas menegaskan revisi UUPK harus menjamin ekosistem bisnis berkeadilan.

“Negara wajib hadir melindungi konsumen dari praktik merugikan di era digital. Regulasi harus diperkuat untuk memastikan kepastian hukum dan keamanan transaksi,” kata Ibas.

Tingginya Kerugian Konsumen dan Lemahnya Regulasi Digital

Data BPKN mencatat, total kerugian konsumen pada 2024 mencapai Rp443,86 miliar, dengan kasus tertinggi di sektor jasa keuangan, e-commerce, dan perumahan. Sementara itu, penipuan digital telah merugikan masyarakat Rp2,5 triliun sejak 2022, menurut catatan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS).

Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan RI Moga Simatupang menyatakan UUPK saat ini belum mengatur transaksi digital, termasuk perlindungan data dan sengketa lintas negara. 

“Regulasi harus adaptif, terutama terkait kewajiban platform digital dalam melindungi konsumen,” ucapnya.

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Demokrat, Herman Khaeron, menegaskan revisi UUPK harus memberikan solusi konkret, termasuk penguatan BPKN dengan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif.

“Edukasi literasi konsumen juga penting agar masyarakat tak hanya dilindungi, tapi juga melek hak-haknya,” tandasnya.

Seminar ini menjadi langkah awal Fraksi Demokrat mendorong revisi UUPK yang diharapkan rampung pada 2026. 

Baca juga: Ibas: RUU TNI Harus Tetap Kedepankan Supremasi Sipil dan Berikan Penguatan untuk Kedaulatan Negara

Revisi akan fokus pada perlindungan data pribadi, penegakan sanksi, dan mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih cepat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini