TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak RI telah menetapkan akan memungut pajak terhadap bisnis aset kripto.
Pungutan tersebut ditetapkan sebagai pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh).
Kebijakan tersebut efektif diberlakukan mulai 1 Mei 2022.
Apa alasan pemerintah mengenakan PPN dan PPh terhadap kripto?
Melansir indonesia.go.id, salah satu alasan pemerintah mengenakan PPN dan PPh terhadap kripto adalah karena transaksi dan investor kripto di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Baca juga: Bukit Algoritma Bakal Dapat Pendanaan Lewat Kripto
Data yang dirilis Kementerian Keuangan, OJK, dan Bappebti menunjukkan, transaksi kripto baru mencapai Rp 64,9 triliun dengan investor mencapai 4 juta pada 2020.
Pada 2021, nilai transaksi yang dihasilkan naik menjadi Rp 859,4 triliun dengan investor mencapai 11,2 juta.
Tidak hanya itu, dari Januari—Februari 2022, nilai transaksi yang dihasilkan mencapai Rp 83,88 triliun dan investor sebanyak 12,4 juta.
Bagi pemerintah, transaksi dan investor yang dihasilkan dari uang kripto luar biasa, dan wajar dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan atau PPh.
Disebutkan pula, transaksi aset kripto akan dikenakan tarif PPh dan PPN yang bersifat final.
Ketentuan mengenai pajak kripto ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 68 tahun 2022.
Baca juga: Sudah Dikenakan Pajak, Pemain Kripto Kini Mulai Waswas
Aturan ini merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dasar pengenaan PPN atas kripto lantaran dianggap sebagai komoditi yang termasuk dalam objek PPN sebagaimana UU PPN.
Sementara itu, dasar pengenaan PPh atas kripto karena penghasilan dari perdagangan aset kripto dihitung sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh wajib pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh.
"Bahwa untuk memberikan kepastian hukum, kesederhanaan, dan kemudahan administrasi pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas perdagangan aset kripto, perlu mengatur ketentuan mengenai PPN dan PPh atas transaksi perdagangan aset kripto," demikian bunyi bagian pertimbangan dalam beleid tersebut dikutip Selasa (5/4/2022).
Baca juga: Tak Suka Kemewahan, Miliarder Kripto Ini Donasikan Hartanya, Simak Fakta-faktanya
Artinya, pengenaan pajak kripto akan menambah legalitas industri. Ini menandakan bahwa kripto sudah menjadi aset atau komoditas yang sah di mata hukum negara.
Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Ditjen Pajak (DJP) Kemenkeu Bonarsius Sipayung mengemukakan, potensi penerimaan negara dari pengenaan PPN dan PPh transaksi aset kripto mulai 1 Mei 2022 sekitar Rp1 triliun.
Menurutnya, prediksi itu berdasarkan total transaksi aset kripto yang mencapai Rp850 triliun selama 2020.
Tentu ada pula yang bertanya-tanya, kenapa transaksi uang kripto ini dikenakan pajak? Pertama, Bonarsius Sipayung menjelaskan, tentunya landasannya berdasarkan UU PPN atas seluruh penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak terutang PPN.
“Itu prinsipnya," katanya dalam media briefing dalam video conference di Jakarta, Rabu (6/4/2022).
Ditjen Pajak mengingatkan, perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) yang memfasilitasi aset kripto atau pedagang fisik aset kripto yang tidak terdaftar dalam Badan Pengawas Perdagangan Berjangka (Bappebti) akan dikenakan tarif pajak PPN dan PPh dua kali lipat dari tarif aset kripto yang terdaftar. (Barratut Taqiyyah Rafie)