Misalnya saja Bitcoin. Pada Desember 2017, harganya US$20.089 (senilai Rp272 juta), tapi pada 2021, harga tertingginya menyentuh US$64.804 (setara dengan Rp939 juta).
Keuntungan fantastis dalam waktu singkat memang menjadi salah satu daya tarik untuk berinvestasi kripto. Belum lagi soal iming-iming di masa depan yang mengatakan bahwa mata uang kripto adalah mata uang masa depan.
Kenaikan harga seperti yang dialami Bitcoin, kata Huda, membuat jumlah investor kripto di Indonesia melonjak tajam, meskipun di masa pandemi Covid-19.
Kemendag menyatakan perdagangan aset kripto di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun. Pada 2020, nilai transaksi asset kripto di Indonesia sebesar Rp64,9 triliun dan pada 2021 jumlahnya meroket hingga Rp859,4 triliun.
Sampai Februari lalu, Kemendag mencatat jumlah investor kripto bahkan sudah menembus angka 12,4 juta. Padahal Huda mengatakan sekitar akhir tahun lalu, jumlahnya masih berada di angka sekitar 9 juta.
"Perkembangan yang luar biasa ini perlu untuk terus dikawal Bersama agar perdagangan fisik aset kripto di Indonesia tetap berada di koridor yang benar," kata Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga dalam webinar Diskusi Kripto Terkini pada 28 Maret 2022, dikutip dari situs resmi Kemendag.
Bagaimana masa depan kripto di Indonesia?
Huda mengatakan jumlah investor kripto di Indonesia saat ini sudah jauh melampaui jumlah investor di pasar modal. Pada 2021, Bursa Efek Indonesia mencatat ada 7,47 juta Single Investor Identification (SID). Padahal jumlah itu saja sudah mengalami peningkatan sekitar 92 % dari 2020.
Kemendag memperkirakan perdagangan asset kripto di Indonesia akan terus berkembang karena jumlah perusahaan terdaftar yang memperdagangkan asset kripto pun semakin bertambah.
Tren investasi kripto di Indonesia juga "masih akan melonjak", kata Huda. Apalagi kebanyakan investor kripto merupakan milenial dan generasi Z.
"Mereka mencari alternatif investasi selain saham. Jatuhnya pasti akan ke aset kripto," kata Huda.
Sejauh ini, Indonesia menetapkan kripto sebagai komoditas atau aset, bukan alat pembayaran seperti yang sudah diterapkan di beberapa negara.
Kemendag melalui Bappebti telah menerbitkan sejumlah regulasi terkait aset kripto. Persyaratan penerbitan aset kripto untuk dapat diperdagangkan di Indonesia diatur dalam Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021.