Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Harga bitcoin jatuh hingga 6,1 persen menjadi 18,866,77 ribu dolar AS pada hari Kamis (30/6/2022) pukul 2004 GMT.
Hal tersebut menempatkan mata uang kripto atau bitcoin dengan kapitalisasi atau valuasi pasar terbesar di dunia ini turun 1,226,41 ribu dolar AS dari penutupan sebelumnya, dan merosot 60,9 persen dari rekor tertingginya tahun ini di level 45,234 ribu dolar AS pada 28 Maret lalu.
Akibat penurunan harga bitcoin, beberapa pemain besar di pasar kripto mengalami kesulitan, dan penurunan lebih lanjut ini memaksa investor kripto untuk menjual kepemilikannya untuk menutupi kerugian dan memenuhi margin call.
Baca juga: Harga Bitcoin Jatuh ke Level di Bawah 20 Ribu Dolar AS, Imbas Melemahnya Saham Asia
Sementara Ether, mata uang kripto yang terhubung ke jaringan blockchain Ethereum, anjlok 7,5 persen menjadi 1,016,08 ribu dolar AS pada Kamis kemarin, kehilangan 82,38 dolar AS dari penutupan sebelumnya.
Melansir dari Reuters, kedua aset digital ini telah berjuang di tengah gejolak yang terjadi di pasar cryptocurrency, sejak perusahaan pemberi pinjaman kripto, Celcius Network pada bulan ini mengatakan akan menangguhkan penarikan bagi penggunanya.
Bitcoin dan Ether semakin terguncang oleh kebangkrutan perusahaan dana lindung yang berfokus pada aset kripto, Three Arrows Capital yang gagal membayar utang senilai 670 juta dolar AS pada broker aset digital asal Amerika Serikat, Voyager Digital.
Selain itu, gejolak di pasar kripto tidak lepas dari keruntuhan stablecoin TerraUSD pada Mei lalu, yang menbuat stablecoin ini kehilangan hampir semua nilainya, bersama dengan token yang dipasangkan.
Imbas Melemahnya Saham Asia
Pergerakan harga Bitcoin dan jajaran koin kripto terpantau ambles. Tekanan saham Asia diprediksi jadi penyebab anjloknya harga kripto di perdagangan Kamis pagi (30/6/2022).
Melansir data dari Coinmarketcap, pada perdagangan kripto pagi ini kapitalisasi Bitcoin turun sebanyak 1,61 persen selama 24 jam, pelemahan ini lantas mengantarkan amblesnya harga Bitcoin menuju 19.991 dolar AS. Bahkan penurunan tersebut jadi yang terendah selama satu pekan terakhir.
Jatuhnya harga Bitcoin diperkirakan terjadi karena imbas dari melemahnya pergerakan ekuitas pasar saham Asia selama perdagangan Rabu (29/6/2022), seperti S&P 500 yang jatuh 2 persen dari sesi sebelumnya, kemudian ada Nasdaq Composite Index yang melanjutkan penurunan hingga 3 persen.
Baca juga: Deutsche Bank Prediksi Bitcoin akan Kembali ke Level 28 Ribu Dolar AS Akhir Tahun Ini
Menyusul yang lainnya, saham Shanghai Composite Index China juga terpantau turun sebanyak 1,4 persan, sementara Seng Hong Kong ambles sebanyak 2,1 persen.
Penurunan inilah yang membuat para investor ragu untuk menambah investasi Bitcoinnya. Tak hanya itu adanya rencana The Fed yang akan menaikan kembali suku bunganya untuk mengekang laju inflasi di AS, dipercaya menjadi salah satu penyebab anjloknya daya beli investor akan koin kripto pada minggu ini.
“Federal Reserve AS akan meninggalkan kebijakan pengetatan kuantitatif untuk menghilangkan inflasi pada tahun 2022, ini akan berisiko pada pengurangan Bitcoin dan altcoin” ujar tweet akun pengamat kripto, TXMC Trades.
Sebelum harga Bitcoin jatuh ke harga 19.991 dolar AS, pada awal tahun ini para analis dan pakar kripto salah satunya Investor Big Short Michael J. Burry, memperkirakan bahwa Bitcoin bisa menjadi aset perlindungan investor, namun setelah pasar Bitcoin dan koin kripto lainnya terus anjlok lebih dari 50 persen pada tahun ini, membuat investor kini mulai beralih meninggalkan pasar kripto.
Baca juga: Rusia Loloskan RUU Aset Digital, PPN Bitcoin Kini Turun Jadi 13 Persen
Menurut Cointelegraph, penurunan akan terus terjadi selama beberapa bulan kedepan mengingat saat ini pasar kripto terus mengalami bearish, dimana pada perdagangan Rabu (29/6/2022) Ethereum terperosok 5,19 persen menjadi 1.092 dolar AS dilanjutkan Solana yang turun 7,87 persen hingga harganya jatuh 32.87 dolar AS hanya dalam kurun waktu 24 jam.
Prediksi Deutsche Bank
Perusahaan Perbankan Deutsche Bank memperkirakan harga Bitcoin dapat kembali menyentuh level 28 ribu dolar AS di akhir tahun ini.
Melansir dari Bloomberg, Bitcoin, mata uang kripto terbesar di dunia, mengalami kemerosotan harga di tahun 2022 ini, di tengah suasana risk-off yang didorong oleh kenaikan suku bunga dan kekhawatiran akan inflasi.
Ahli strategi di Deutsche Bank, Marion Laboure dan Galina Pozdnyakova mengatakan Bitcoin dapat kembali menguat lebih dari 30 persen di level 20 ribu dolar AS hingga akhir tahun ini, walaupun titik harga ini masih kurang dari setengah rekor tertinggi yang dicapai Bitcoin pada November 2021.
Menurut Laboure dan Pozdnyakova, sejak November lalu, cryptocurrency semakin berkolerasi dengan indeks saham Nasdaq 100 yang sarat teknologi dan S&P 500. Keduanya memperkirakan, indeks S&P akan pulih pada akhir tahun ini dan Bitcoin kemungkinan akan mengikuti pemulihan ini.
Baca juga: Harga Bitcoin Ambles, Coinbase di Ambang Kebangkrutan, Saham Jatuh 78 Persen
Laboure dan Pozdnyakova menambahkan, mata uang digital bagi mereka seperti aset yang berharga seperti berlian, dibandingkan emas yang menjadi komoditas safe-heaven.
Laboure dan Pozdnyakova menceritakan kisah De Beers, pemain utama di pasar berlian, yang mampu mengubah pandangan konsumen mengenai berlian berkat upaya periklanannya.
“Dengan memasarkan ide daripada produk, mereka membangun fondasi yang kuat untuk industri berlian senilai 72 miliar dolar AS per tahun, yang telah mereka dominasi selama delapan puluh tahun terakhir. Apa yang benar untuk berlian, berlaku untuk banyak barang dan jasa, termasuk Bitcoin,” kata mereka.
Kedua analis ini juga menunjukkan beberapa masalah yang telah mengancam di ruang kripto beberapa pekan terakhir, termasuk gejolak di perusahaan lindung nilai (hedge fund) kripto terkemuka yaitu Three Arrows Capital dan perusahaan pinjaman aset digital Celcius Network.
Baca juga: Bear Market Pada Bitcoin, Ekonomi El Salvador Runtuh, Utang Semakin Bengkak
“Menstabilkan harga token itu sulit karena tidak ada model penilaian umum seperti yang ada dalam sistem ekuitas publik. Selain itu, pasar crypto sangat terfragmentasi. Terjun bebas kripto dapat berlanjut karena kompleksitas sistem.” ujar keduanya.
Bitcoin gagal memenuhi perkiraan para pakar dan pengamat pasar, dengan membukukan kerugian lebih dari 50 persen di tahun ini. Koin digital memiliki kinerja yang buruk selama penurunan pasar karena kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve AS menciptakan tekanan di pasar kripto. Di sisi lain, harga emas bertahan jauh lebih baik.