News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Meski Ukuran Mungil, LCGC Tetap Merugikan Masyarakat Luas

Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Widiyabuana Slay
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pameran Indonesia International Motor Show (IIMS) 2012 Toyota Astra Motor (TAM) memamerkan varian Low Cost Green Car (LCGC) Toyota Agya, Guna memberikan variasi pilihan kepada konsumen , Toyota Agya hadir dalam pilihan warna putih, silver metalik, hitam, abu-abu metalik, dan biru muda. Toyota Agya juga hadir dalam warna ekslusif Toyota, dark blue metallic di Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (20/9/2012). (Tribun Jakarta/Jeprima)

TRIBUNNEWS.COM - Program mobil Low Cost Green Car (LCGC) yang resmi dirilis pemerintah pusat bakal dihadang oleh Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo dengan beragam aturan seperti pajak dan peraturan nomer polisi ganjil genap. Kementerian Perindustrian pun membela program yang diklaim sebagai "Green Car" itu sebagai kesempatan bagi masyarakat luas memiliki kendaraan pribadi.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi 6 DPR RI, Erik Satrya Wardhana mengaku bisa memahami rencana Jokowi karena pertumbuhan kendaraan bermotor di DKI memang harus dibatasi karena kemacetan dan polusi yang semakin parah.

"Dengan catatan pemda DKI harus segera mempercepat ketersediaan transportasi publik yang memadai dan layak," katanya melalui siaran pers di Jakarta, Minggu, (15/9/2013).

Erik juga mencatat, meski mobil mungil itu hanya berkapasitas di kisaran 1000 cc namun tetap saja menimbulkan polusi yang merugikan masyarakat luas. "Jangan lupa, pemiliknya menggunakan fasilitas jalan umum yang dibiayai negara dan salah satu sumbernya adalah pajak," terangnya.

Dia juga menegaskan, kebijakan pemerintah pusat membebaskan pajak PPnBM thd LCGC, dengan alasan supaya terjangkau harganya oleh masyarakat berpendepatan kecil-menengah, tidak sepenuhnya tepat.

"Karena, semurah apapun harga LCGC tetap saja merupakan barang eksklusif, akan lebih banyak masyarakat yang tidak mampu membelinya ketimbang yang mampu," ujar anggota DPR dari Fraksi Hanura ini.

Disinsentif bagi Mobil Nasional

Erik juga menyoal pembebasan pajak PPnBM untuk LCGC. Menurutnya, kendaraan bermotor berbahan bakar gas, listrik atau yang ramah lingkungan lainnya memang layak diberikan insentif, tapi tidak berarti harus bebas pajak sama sekali.

Apalagi dalam kondisi keuangan negara yang sedang dalam krisis seperti sekarang ini, pembebasan pajak terhadap LCGC malah bisa diartikan memberikan beban tambahan bagi keuangan negara.

Pembebasan pajak barang mewah yang merupakan insentif bagi LCGC ini, lanjut dia, juga bisa berarti disinsentif bagi program mobil nasional. "Ini sekaligus juga menunjukkan bahwa pemerintah sebenarnya memang tidak berniat untuk mengembangkan mobil nasional," tuturnya.

 Menurutnya, DPR juga mengawasi realisasi kandungan lokal dalam LCGC yang digadang-gadang mencapai 80 persen. Dampak rentetan LCGC yang diharapkan dinikmati industri manufaktur penyuplai suku cadang dan terciptanya lapangan kerja, harus terwujud.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini