TRIBUNNEWS.COM – Tak ada ”angin dan hujan”, tiba-tiba Proton melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan PT Adiperkasa Citra Lestari yang dikomandani AM Hendropriyono, Jumat (6/2/2015) di Kuala Lumpur, Malaysia, untuk melakukan studi dan pengembangan mobil nasional (mobnas) Indonesia.
Dukungan Pemerintah Indonesia tampak jelas, terlihat dari hadirnya Presiden RI Joko Widodo yang juga ditemani Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dalam penandatanganan itu. Sebelumnya, Jokowi juga mengunjungi pabrik Proton sebagai rangkaian kunjungan kenegaraan selama tiga hari, 5-7 Februari 2015 di Malaysia.
Setidaknya, data yang dibeberkan abcnews pada Jumat ini memberikan gambaran, betapa Proton memang butuh manuver untuk bangkit. Pasar Indonesia yang besar bisa menjadi peluang untuk mengembalikan kejayaan perusahaan pelat merah Malaysia itu.
Saat ini Proton tengah lesu dan sedang bertahan dengan penjualan yang terus merosot karena persaingan dengan merek asing lain. Meski pernah menjadi ”raja jalanan” Malaysia, pangsa pasar Proton di negaranya sendiri anjlok, dari 50 persen satu dekade lalu, menjadi 21 persen pada tahun lalu. Ekspor mereka juga melemah karena kalah bersaing dengan merek ternama.
Langkah investasi
Mahathir Mohammad, founder Proton pada awal 1980-an, mengatakan bahwa Proton harus melakukan investasi pada proyek di Indonesia. Dia meyakini, hal ini pada awalnya mungkin tidak akan cepat menghasilkan uang. Akan tetapi, keuntungan akan datang seiring dengan penerimaan pasar Indonesia dari mobil yang tepat sasaran.
"Proton akan melakukan studi terkait pasar Indonesia untuk melihat apakah ada kemungkinan merombak model saat ini dan merakitnya di Indonesia, sebelum merancang mobil yang benar-benar dibutuhkan pasar Indonesia," ujar Mahathir.
Jika proyek ini sukses, imbuh Mahathir, maka harus ada beberapa bentuk proteksi tarif untuk memungkinkan industri otomotif Indonesia tumbuh.
"Negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan melindungi industri otomotif, dan kita harus mengadopsi beberapa strategi mereka," kata Mahathir. "Ini tidak akan biasa bagi Malaysia dan Indonesia," imbuhnya. (Donny Apriliananda)