TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kehadiran Suzuki GSX-R150 dan GSX-S150 menghidupkan kembali gairah Suzuki. Ada harapan besar yang muncul dari hadirnya dua model baru ini.
Maklum, butuh waktu sangat lama bagi Suzuki bangkit dengan model-model yang tren di Indonesia.
Morikawa Daigo, Direktur Marketing PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) pun tak menutupi hal ini ketika ditemui di hari pertama Indonesia Motorcycle Show (IMOS) 2016 di JCC, Jaksel (2/11).
Pria yang sudah 3 tahun bertugas di Indonesia ini bahkan tahu situasi pelik yang dihadapi Suzuki.
Masih ingat ribut-ribut Satria F150 baru akhir tahun lalu? Motornya belum ada namun sudah menghiasi media nasional, termasuk ribut-ribut seputar teknologinya.
Suzuki bahkan menjadi bahan bully-an di media sosial karena tak kunjung merilis produk baru. Silakan googling sendiri.
Termasuk tekanan fans yang menginginkan Suzuki segera merilis produk baru.
Seperti pabrikan lain, Suzuki juga terpukul krisis global. Kode kerasnya, tahun 2011 mereka menarik diri dari ajang MotoGP yang membutuhkan budget besar.
Krisis global ini juga memukul pengembangan produk mereka di Indonesia (catat, ini bukan satu-satunya sebab Suzuki mandek).
Parahnya, efeknya berkepanjangan hingga 2016, mereka hanya punya dua model saja. Satria F150 dan Addres yang diakui tak kuat di pasaran.
“Kita cuma punya dua. Market underbone sangat susah. Dulu di 150 cc uderbone hanya ada Satria saja. Sekarang Yamaha membuat MX kapasitasnya 150 cc juga. Lalu Honda membuat Sonic dan Supra GTR jadi market ini ada empat model. Kami terlalu bergantung pada Satria,” aku Morikawa.
Namun masalah pelik sebenarnya terjadi di tubuh Suzuki. Seorang sumber mengungkapkan jika Suzuki terlalu berpikir global.
“Mereka ingin buat satu produk untuk semua negara. Satu model untuk dijual dalam sekian tahun. Itu tidak bisa. Saat ini, tiap enam bulan sekali bahkan perlu ganti stripping,” buka sang sumber.
“Seperti contoh, batok lampu yang besar di Suzuki Shooter itu mengikuti regulasi di Vietnam. Tapi orang sini mana suka,” lanjutnya.
“Lalu ada aturan sorot lampu harus sekian derajat ke atas membuat desain batok lampu enggak bisa kecil. Sehingga modelnya beda sama dengan tren pasar di sini,” ungkapnya.
Secara organisasi Suzuki Jepang saat ini menguasai 95 persen saham PT SIS. Indomobil hanya sekitar 4,5 persen. Sehingga membuat tidak ada suara yang kuat untuk menyuarakan selera market Indonesia.
“Padahal, pasar siapa yang paling besar dan layak digarap?” ujarnya.