TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah, melalui PP No. 60 Tahun 2016 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (BNBP) telah menaikkan tarif beberapa produk pelayanan di sektor kepolisian seperti STNK dan BPKB.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memberikan sorotan terkait hal tersebut. Berikut tanggapan YLKI atas kenaikan biaya urus STNK dan BPKB.
"Alasan inflasi untuk menaikkan tarif, sebagaimana alasan Menkeu, adalah kurang tepat. Sebab STNK, SIM adalah bukan produk jasa komersial tetapi pelayanan publik yang harus disediakan birokrasi. Alasan inflasi akan tepat jika produk tersebut adalah produk ekonomi komersial yang berbasis cost production dan benefid. Atau setidaknya produk yang dikelola oleh BUMN," jelas Tulus Abadi selaku Ketua Pengurus Harian YLKI.
Tulus melanjutkan, kenaikan itu juga kurang relevan tanpa proses reformasi di sisi pelayanannya.
Sampai detik ini proses pelayanan penerbitan STNK dan BPKB, masih sering dikeluhkan publik karena waktunya yang lama. Bahkan alasan stok blankonya masih kosong sekalipun.
Kenaikan itu harus ada jaminan untuk meningkatkan pelayanan saat proses pengesahan dan penerbitan STNK dan BPKB tersebut.
"Seharusnya kenaikan itu juga paralel dengan reformasi pelayanan angkutan umum di seluruh Indonesia. Ini dengan asumsi jika kenaikan itu sebagai bentuk pengendalian penggunaan kendaraan pribadi dan mendorong migrasi ke angkutan umum," tutupnya.