TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Munculnya ojek online menambah catatan awal moda transportasi yang memudahkan penumpang menuju suatu lokasi hanya melalui aplikasi.
Jumlah pengemudi ojek berbasis daring ini kian menjamur bahkan telah memiliki kebiasaan ‘mangkal’ selayaknya ojek konvensional.
Tentunya hal ini dapat berpotensi menambah sumbangan bagi kemacetan, khususnya di DKI Jakarta.
“Harusnya ojek daring dibatasi karena menyumbang kemacetan di jalan raya,” Djoko Setijowarno, Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).
Namun, perusahaan penyedia layanan tak mau berkomentar secara jelas dan masih bungkam saat ditanya mengenai pembatasan jumlah mitra pengemudi yang beroperasi di seluruh Indonesia.
“Sementara ini kami sampaikan, saat ini terdapat 300.000 mitra Go-Jek di seluruh kota di Indonesia yang tersebar di 50 kota di Indonesia,” ujar Rindu Ragilia, Public Relations Manager Gojek Indonesia, Rabu (23/8).
Selain Gojek, perusahaan penyedia layanan transportasi lainnya, Uber pun ikut-ikutan tidak mau berkomentar secara jelas bagaimana batas jumlah dari mitra pengemudinya.
“Bagi Uber, dimana mitra pengemudi yang menggunakannya adalah mitra independen yang bebas menentukan kapan mereka menggunakan aplikasi bebas online serta offline kapanpun bahkan bebas menggunakan aplikasi lainnya,” tutur Dian Safitri, Head of Communication Uber Indonesia dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/8).
Dian menambahkan, Uber kini telah hadir di 34 kota yang tersebar di 7 pulau di Indonesia. Waktu tunggu yang semakin baik ini juga berlaku di seluruh kota tempat Uber hadir.
Batas jumlah pengemudi ojek online perlu mendapat perhatian karena bukan hanya menjadi lapangan pekerjaan saja, namun menjadi penyumbang kemacetan di jalan raya.