TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Blits, mobil listrik hasil kolaborasi Universitas Budi Luhur (UBL) Jakarta dan ITS Surabaya akan mulai menjalani rangkaian pengujian jalan (test drive) keliling Nusantara menempuh perjalanan sejauh 15.000 kilometer lewat ekspedisi bertajuk 'PLN Blits Explore Nusantara'.
Ekspedisi ini akan mulai dijalani hari Rabu (14/11/2018) lusa dengan start dari Jakarta untuk selanjutnya menyeberang menuju Pulau Sumatera.
Blits dirancang dengan spesifikasi off road agar sanggup menjelajah medan sulit dan terjal. Saat menempuh perjalanan menuju Jakarta untuk menjaalani kick off ekspedisi bertajuk 'PLN Blits Explore Nusantara' hari ini di kampus UBL di Ciledug, Tangerang, Senin (12/11/2018), Blits sudah menempuh perjalanan 1.000 kilometer dari Surabaya.
Selama perjalanan tersebut, Blitz melintas kota-kota di selatan seperti Yogyakarta dan Magelang. Di Magelang, Blits sempat dites menempuh jalan rusak dan tidak ada masalah.
"Kita juga sudah tes melewati jalan yang tidak ada jalannya, dan polisi tidur, tidak ada masalah," ungkap Muhammad Nur Yuniarto, dosen pembimbing dan ketua tim mobil listrik Blits menjawab pertanyaan Tribunnews di sela kick off.
Lalu seperti apa spesifikasi mobil listrik Blits ini?
Nur menjelaskan, baterai untuk mobil listrik Blits berjumlah 2.800 sel baterai, seukuran ibu jari. Baterai-baterai ini dipasang paralel dan seri dengan kapasitas total 100 kWh.
Baca: Jelajahi Nusantara, Mobil Listrik Blits Siap Tempuh Perjalanan Sejauh 15.000 Kilometer
"Baterai yang kita gunakan adalah baterai Vape tipe high density yang paling tinggi energinya di pasaran," ungkapnya.
Lama pengisian baterai ini sampai penuh sekitar 8 jam bergantung pada kondisi tegangan listriknya, dan sanggup menempuh Jarak hingga 300 kilometer.
"Posisi baterai kita tempatkan di paling bawah badan mobil untuk mendapatkan center of gravity, mobil ini memiliki gravity yang sangat bagus," ungkapnya.
Baca: Mobil Hybrid Kasuari Akan Jadi Pendamping di Kegiatan Ekspedisi PLN Blits Explore Nusantara
Blits memiliki spesifikasi battery packs berkapasitas 90 kWh dengan voltase maksimum 380 volts, voltase dasar 350 volts, maximum discharge current 777 ampere dan base discharge current 259 ampere.
Komponen tertentu seperti parts dan velg serta ban dibeli dari pasaran. "Bodi kita buat sendiri. Sementara mesin sebagai powertrain dan ECU masih diimpor dari luar negeri," ungkap Muhammad Nur Yuniarto.
"Sekarang Kita mencoba menuju ke arah sana untuk menyiapkan sendiri drive train-nya mulai dari motor sampai baterai management system-nya, kita riset bersama. Battery cell kita masih impor tapi battery packing hingga management system-nya sudah kita bikin sendiri untuk mobil listrik Blits ini," jelas Nur.
Baca: Rencana Wuling Motors Ramaikan Pasar SUV Mid-Size Indonesia
Proses engineering mobil Blits sampai berwujud prototipe dilakukan bersama-sama oleh tim engineer ITS dan Universitas Budi Luhur dan dilakukan di workshop ITS di Surabaya.
Untuk perjalanan ekspedisi 'PLN Blits Explore Nusantara' menempuh jarak 15.000 kilometer keliling Nusantara mulai Rabu (14/11/2018) lusa, Nur dan timnya membawa serta service car serta satu mobil hybrid Kasuarim juga buatan ITS, sebagai pendamping.
"Kawa tenda bawa genset dan lain lain. Mobil listriknya ada dua yang kita bawa, satu kagi adalah Kasuari. Total tim ada 10 orang," ujar Muhammad Nur Yuniarto.
Baca: Enam Produk Perawatan Kendaraan Genuine Ini Bikin Mobil Mitsubishi Selalu Oke dan Kinclong
Kasih Anggoro, Ketua Badan Pengurus Yayasan Pendidikan Budi Luhur Cakti mengatakan, nota kesepahaman atau MoU kerjasama Universitas Budi Luhur dan ITS Surabaya tidak hanya sebatas pembuatan mobil listrik Blits ini.
"MoU kita dengan ITS untuk riset bareng tidak hanya mobil listrik, tapi juga untuk proyek pembuatan sepeda motor listrik dan drone," ungkap Kasih Anggoro.
Apakah Blits ini nanti akan diproduksi massal dan dikomersialisasikan alias dijual untuk umum? Baik Nur maupun Kasih Anggoro menyatakan, hal itu bukan domain kampus.
Pihaknya hanya sebatas membuat riset bersama lalu ditunjukkan kepada masyarakat bahwa dunia akademik Indonesia sanggup membuat mobil listrik sendiri.
"Untuk bisa memproduksi massal mobil listrik ini kita butuh industrinya. Harus ada industri yang berperan menggarapnya," ungkap Muhammad Nur Yuniarto.