News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

SPKLU atau SPBKLU Sama-sama Dibutuhkan Pemilik Kendaraan Listrik, Pengamat: Harus Dibuat Berbarengan

Penulis: Lita Febriani
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Untuk mendorong percepatan penciptaan fasilitas pendukung ekosistem kendaraan listrik, Yannes menilai baik SPKLU maupun BSS harus dibuat berbarengan oleh Pemerintah.

Laporan Wartawan Tribunnews, Lita Febriani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sebanyak 25.000 unit pada 2030.

Sejauh ini, Kementerian ESDM baru membangun sebanyak 147 SPKLU di seluruh wilayah Indonesia.

Pengamat otomotif dan akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu, menyampaikan strategi pengisian energi untuk kendaraan listrik atau EV ada dua, yakni fast charging (SPKLU) dan battery swap (penukaran baterai).

Battery Swap Station (BSS) atau Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) diperlukan untuk mempercepat penggantian baterai bagi kendaraan yang tingkat operasional hariannya tinggi.

"Sebut saja untuk operasional EV dengan teknologi yang ada dan sudah cukup ekonomis saat ini yang di atas 50 km perharinya. Tentunya konsumen tidak akan mau menunggu puluhan menit hingga berjam-jam (tergantung teknologi mobilnya) hanya untuk mengisi baterai kendaraannya. Maka dari itu diperlukan Battery Swap Station (BSS)," tutur Yannes kepada Tribunnews, Rabu (6/10/2021).

Yannes menambahkan, BSS ini kelak akan sangat dibutuhkan oleh para pengguna kendaraan dengan tingkat operasional yang tinggi perharinya.

Baca juga: Sambut Era Kendaraan Elektrifikasi, Indonesia Siap Jadi Pemain Utama Industri Mobil Listrik

Misalnya untuk operasional sepeda motor listrik di atas 50 km/hari dan mobil listrik di atas 100 km/hari. Biasanya BSS ini akan banyak digunakan untuk alat transportasi umum, seperti ojol dan taksi elektrik.

"Sedangkan untuk penggunaan pribadi, tentunya dengan jangkauan perhari sekitar 100 km ke bawah dan sepeda motor dengan jangkauan di bawah 50 km/hari, cenderung akan lebih memilih untuk mengisi baterainya pada saat malam hari di rumah. Karena mereka akan malas untuk menunggu, bukankah lebih nyaman mengisi di rumah masing-masing," ungkapnya.

Untuk mendorong percepatan penciptaan fasilitas pendukung ekosistem kendaraan listrik, Yannes menilai baik SPKLU maupun BSS harus dibuat berbarengan oleh Pemerintah.

"Harus jalan dua-duanya. Kendaraan umum lebih preferable battery swap akibat tuntutan mobilitas yang tinggi hingga mencapai +/- 300 KM perharinya yang belum dapat disuplai oleh kendaraan listrik low-medium cost. Sedangkan kendaraan pribadi yang hanya dipakai point to point dengan jangkauan perhari sekitar 100 km, lalu selebihnya lebih banyak ngendon di tempat parkir, sudah cukup terpenuhi kebutuhan charging-nya dengan pengisian langsung (baik itu fast charging maupun charging biasa pada malam hari di rumah)," jelas Pengamat otomotif tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini