Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa menilai penggunaan kendaraan Bahan Bakar Minyak (BBM) bisa saja disetop pada 2040.
Namun, dirinya menekankan bahwa industri otomotif harus siap dulu menuju tenggat waktu 20 tahun mendatang, terutama untuk membangun rantai pasok dan menyediakan kendaraan listrik terjangkau bagi konsumen di Indonesia.
"Kendaraan listrik itu mengganti kendaraan konvensional. Kendaraannya ada, tapi yang berubah teknologinya," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, ditulis Senin (18/10/2021).
Menurut dia, pemakaian mobil listrik secara ekonomi akan lebih positif, di antaranya karena produsen kendaraan listrik cukup beragam dengan teknologi terus berkembang.
"Karena itu, diharapkan terjadi kompetisi di pasar dan tumbuhnya industri baru," kata Fabby.
Kemudian, manfaat kedua adalah total biaya konsumen jika memiliki kendaraan listrik lebih rendah dibanding versi konvensional.
Hal ini akan menguntungkan konsumen karena kendaraan listrik dari sisi biaya transportasi lebih rendah, sehingga penghematan itu dapat ditabung atau dipakai untuk konsumsi.
Baca juga: Pemerintah Dinilai Belum Siap Hadapi Peralihan Penggunaan Kendaraan Bahan Bakar Minyak ke Listrik
Manfaat ketiga, Fabby menambahkan, pemerintah bisa mengurangi beban subsidi dan impor BBM agar belanja negara lebih efisien.
"Dengan itu, anggaran pemerintah dapat dipakai untuk belanja yang produktif," pungkasnya.
Penjualan Kendaraan Bermotor Konvensional Bakal Dihentikan pada 2040
Pemerintah Republik Indonesia berencana menyetop penjualan kendaraan bermotor berbahan bakar bensin.
Hal itu disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam keterangan pers, Kamis (14/10/2021).
Arifin mengungkap pemberhentian penjualan mobil dan motor konvensional ditargetkan berlaku mulai 2040.
Menurutnya, hal ini komitmen pemerintah dalam mewujudkan nol emisi karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060.
Baca juga: Era Kendaraan Listrik, PLN Targetkan 113 SPKLU Beroperasi Tahun Ini
"Transformasi menuju net zero emission menjadi komitmen bersama kita paling lambat 2060," kata Menteri Arifin.
Ia menuturkan sejumlah target yang akan dicapai di tahun 2040 selain penjualan kendaraan motor konvensional.
"EBT sudah mencapai 71 persen, tidak ada PLT Diesel yang beroperasi, Lampu LED 70 persen, dan konsumsi listrik mencapai 2.847 kWh/kapita," jelasnya.
Sejumlah tahapan pemerintah disiapkan menuju capaian target nol emisi.
"Kami telah menyiapkan peta jalan transisi menuju energi netral mulai tahun 2021 sampai 2060 dengan beberapa strategi kunci," jelas Arifin.
Pada tahun 2021, pemerintah mengeluarkan regulasi dalam bentuk Peraturan Presiden terkait EBT dan retirement coal.
"Tidak ada tambahan PLTU baru kecuali yang sudah berkontrak maupun sudah dalam tahap konstruksi," tuturnya.
Di tahun 2022 akan adan Undang-Undang EBT dan penggunaan kompor listrik untuk 2 juta rumah tangga per tahun.
Baca juga: Harga Mahal, Industri Dinilai Butuh Transisi Menuju Mobil Listrik
Selanjutnya, pembangunan interkoneksi, jaringan listrik pintar (smart grid) dan smart meter akan hadir di tahun 2024 dan bauran EBT mencapai 23 persen yang didominasi PLTS di tahun 2025.
Pada 2027, pemerintah akan memberhentikan stop impor LNG dan 42 peresn EBT didominasi dari PLTS di 2030.
Kemudian jaringan gas menyentuh 10 juta rumah tangga, kendaraan listrik sebanyak 2 juta (mobil) dan 13 juta (motor), penyaluran BBG 300 ribu, pemanfaatan Dymethil Ether dengan penggunaan listrik sebesar 1.548 kWh/kapita.
"Semua PLTU tahap pertama subcritical akan mengalami pensiun dini di tahun 2031 dan sudah adanya interkoneksi antar pulau mulai COD di tahun 2035 dengan konsumsi listrik sebesar 2.085 kWh/kapita dan bauran EBT mencapai 57 persen dengan didominasi PLTS, Hydro dan Panas Bumi," imbuhnya.
Pada tahun 2045, pemerintah mewacanakan akan ada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama dengan kapasitas 35 GW.