“Seperti dilakukan penyetelan dan pembersihan komponen kendaraan termasuk mesin, yang akan mengembalikan performa mesin itu sendiri. Dengan begitu maka akan lolos uji emisi. Sedangkan kalau sudah parah maka harus turun mesin,” kata dia.
Baca juga: Kendalikan Pencemaran Udara, Pemprov DKI Terapkan Aturan Uji Emisi
Alasan Pemberlakuan Tilang
Setelah diwacanakan, akhirnya penerapan sanksi tilang bagi kendaraan, baik sepeda motor dan mobil, yang tak lulus uji emisi di Jakarta, bakal berlaku mulai 13 November 2021.
Hal tersebut dipastikan oleh Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo, yang mengatakan bila setelah masa sosialisasi mengenai sanksi tilang selesai pada 12 November, akan langsung dilanjut dengan penegakan hukum oleh pihak kepolisian.
"Nanti akan dilakukan penegakan hukum secara tegas berupa tilang oleh pihak Kepolisian. Pemberlakuan penegakan hukum berupa tilang dan pengenaan sanksi denda administrastif akan dilakukan mulai 13 November 2021," kata Syafrin dalam keterangan resminya, Selasa (26/10/2021).
Lalu kenapa perlu kendaraan melakukan uji emisi, dan kenapa ada sanksi tegas berupa tilang dan disinsentif parkir yang dilakukan?
Menyoal pertanyaan tersebut, Kepala Dinas Lingkungan (DLH) Hidup DKI Jakarta Asep Kuwanto mengatakan, kewajiban melakukan uji emisi penting dilakukan bagi pemilik kendaraan dalam upaya memperbaiki kualitas udara.
Baca juga: Pemerintah Susun Peta Jalan Capai Nol Emisi Karbon di 2060
Apalagi pertumbuhan kendaraan bermotor menjadi salah satu penyebab meningkatnya kemacetan dan pencemaran.
Dengan kata lain, peningkatan jumlah dan jenis kendaraan bermotor di Jakarta, otomatis memberikan kontribusi pada meningkatnya jumlah emisi yang dikeluarkan, yakni Karbon Monoksida (CO), Hidrokarbon (HC), Nitrogen Oksida (NO), dan debu.
Dari kajian yang sudah dilakukan, Asep menjelaskan memang menunjukkan bila sektor transportasi, khusus di Jakarta, memberikan dampak paling signifikan pada pencemaran udara.
"Berdasarkan penghitungan inventarisasi emisi polusi udara yang dilakukan DLH bersama Vital Strategies, menunjukkan bahwa sumber polusi terbesar di Ibu Kota adalah dari sektor transportasi untuk polutan PM2.5, NOx, dan CO. Sementara kontributor kedua dari industri pengolahan terutama untuk polutan SO2," kata Asep.
Lebih lanjut Asep menjelaskan, kajiah yang dilakukan bertujuan mengukur kontributor emisi terbesar di Jakarta sebagai landasan pembuatan kebijakan. Hal tersebut juga didasari meningkatnya kegiatan perekonomian sehingga berpotensi meningkatkan polusi udara.
Prosesnya yang menggunakan data 2018 tersebut, menurut Asep tak hanya berfokus pada transportasi, tapi juga seluruh sektor. Mulai transportasi, industri pengolahan, industri energi, residensial, dan konstruksi.
Baca juga: Aturan PPnBM Mobil Kini Dirombak, Besaran Tarif Dihitung Berdasarkan Emisi Gas Buang
Hasil atau temuan utama dari kajiannya adalah sektor transportasi merupakan sumber utama polusi udara, terutama untuk polutan NOx (72,40 persen), CO (96,36 persen), PM10 (57,99 persen), dan PM2.5 (67,03% persen).