TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya mengakselerasi pemakaian kendaraan listrik untuk menggantikan kendaraan bermesin internal combustion (pembakaran dalam) di Indonesia diyakini masih membutuhkan waktu lama.
Karena itu, untuk mempercepat proses adopsinya, disarankan agar kendaraan listrik digunakan lebih dulu pada sarana transportasi umum seperti bus kota.
Hal itu dikemukakan Marco Kusumawijaya, Direktur Rujak Center for Urban Studies pada acara diskusi virtual Dapur KedaiKopi membahas topik "Kehadiran Mobil Listrik dalam Kerangka Roadmap Otomotif Indonesia 4.0," Selasa (9/11/2021).
"Jadi, sebelum bicara mobil listrik kita dorong dulu masyarakat berpindah dari kebiasaan menggunakan mobil pribadi ke angkutan umum dulu. Tapi kalaupun kita bicara mobil listrik, saya lebih memilih mobil listrik untuk digunakan pada angkutan umum seperti bus," ujar Marco.
Dia menegaskan, untuk mengakselerasi adopsi kendaraan listrik di masyarakat, kita tidak bisa mengandalkan dari perubahan perilaku orang.
Baca juga: Pameran Mobil Listrik Perklindo Electric Vehicle Show 2022 Siap Digelar 12-22 Mei Tahun Depan
"Tapi kita perlu kebijakan ke arah sana. Tapi dilemanya, kebijakan yang dikeluarkan belum tentu populer," ungkapnya.
Dia mengatakan, Indonesia memang memiliki posisi tawar yang tinggi di industri mobil listrik dunia jika melihat total cadangan mineral nikel yang dimiliki Indonesia saat ini.
Baca juga: Wuling Jualan Mobil Listrik Murah, Nano EV Hanya Dibanderol Rp 42,7 Jutaan
"Jika dihitung total dengan cadangan mineral terkait dengan nikel, posisi cadangan kita bisa mencapai 52 persen dari total cadangan dunia. Tapi untuk cadangan nikel murni saja penguasaan nikel kita mencapai 22 persen dari total cadangan nikel dunia," bebernya.
Namun Marco mengingatkan agar Pemerintah berhati-hati dalam mengambil kebijakan terkait industri hulu untuk kendaraan listrik.
Baca juga: PPD Berencana Beli 100 Unit Bus Listrik Tahun Depan
"Kekayaan alam itu bisa mengundang semut-semut yang datang. Kalau kita tidak kuat, bisa mendatangkan penjajahan seperti dulu. Di sini keadilan penting, terutama untuk warga lokal," ujarnya.
Founder Lentera Bumi Nusantara, Ricky Elson menekankan, sudah saatnya Indonesia merintis untuk memiliki industri mobil listrik sendiri. Dia sebelumnya pernah menginisiasi pembuatan mobil listrik nasional dengan mendapat dukungan Direktur Utama PLN saat itu, Dahlan Iskan.
Agar industri ini berhasil, kesiapan infrastruktur menjadi hal yang mutlak dibutuhkan.
Sementara itu, pengamat Hendri Satrio mempertanyakan arah kebijakan pengembangan kendaraan listrik oleh Pemerintah saat ini.
"Mobil listrik ini kebijakannya di tangan kementerian mana? Saya sendiri melihat tren mobil listrik di Indonesia masih di tahap lifestyle. Orang beli Tesla untuk gaya-gayaan," ungkapnya.
Imron Noorshodiq, Editor Gridoto mengatakan, di 2021 ini penjualan total kendaraan listrik di Indonesia mencapai 1.900 unit.
Rinciannya, penjualan kendaraan hybrid mencapai 1.378 unit, kendaraan PHEV 38 unit dan BEV sebanyak 448 unit.
Sejumlah regulasi yang sudah dikeluarkan Pemerintah untuk mendukung pengembangan kendaran listrik nasional antara lain Peraturan Presiden Nomor 55/2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik.
Lalu, Permehub Nomor 44/2020 tentang Uji Tipe Kendaraan Listrik, Permen ESDM Nomor 13/2020 tentang Penyediaan Infrastruktur SPKLU, serta Permenhub Nomor 65/2020 tentang Konversi Sepeda Motor Bakar Jadi Sepeda Motor Listrik.