News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kontroversi Zero ODOL

Pedagang Pasar Induk Cipinang Keluhkan Razia Truk ODOL, Harga Beras Terkerek Rp 300 Per Kg

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Truk pengangkut beras dari berbagai daerah membongkar muatan di Pasar Induk Cipinang, Jakarta.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penegakan aturan tentang truk ODOL (over dimension over load) jadi problem pelik di sektor transportasi Tanah Air, terutama di Pulau Jawa.

Terbukti, aksi demo massal para pengemudi truk di berbagai kota memprotes sanksi tilang truk ODOL di jalan raya sepanjang Selasa dan Rabu kemarin membuat pasokan beras dari sejumlah daerah ke Pasar Induk Cipinang berkurang. 

Akibatnya, harga beras terkerek naik.

Wakil Ketua Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia Billy Haryanto menuturkan, Rabu kemarin volume kiriman beras dari berbagai daerah yang masuk ke Pasar Induk Cipinang, Jakarta kurang dari 1.000 ton, di mana idealnya sehari 2.500 ton per hari.

Akibat dari kekurangan pasokan beras tersebut, kata Billy harga jual beras menjadi meningkat.

"Saat ini harga beras naik di angka Rp 200 sampai Rp 300 per kilogram. Kebijakan ODOL ini lebih banyak mudaratnya, semua logistik bermasalah, bukan hanya beras," kata Billy, Rabu (23/2/2022).

Baca juga: Tajuk di Atas Bak Truk Kok Dibilang ODOL, Driver Angkutan Sayur Pusing

Selain beras, Billy menyebut harga komoditas lain di Jakarta seperti cabai turut terkerek naik gara-gara kebijakan ODOL.

Karenanya, Billy meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan tersebut agar alur logistik kembali normal.

"Ini kebijakan ekstrem, dampaknya juga cukup ekstrem," kata Billy.

Sejumlah pengemudi angkutan barang di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat menggelar demo memprotes aturan Kementerian Perhubungan tentang muatan truk obesitas atau over dimension over loading (ODOL).

Baca juga: Sopir Truk Demo Tolak Aturan ODOL, Ini Kata Kemenhub

Kementerian Perhubungan berencana menerapkan kebijakan zero ODOL mulai 1 Januari 2023. Sopir meminta pemerintah mengkaji ulang aturan larangan truk ODOL, karena dinilai merugikan perusahaan pengangkutan.

Masih banyaknya truk kelebihan muatan dan berdimensi lebih atau over dimension-over load (ODOL) beroperasi di jalan dinilai akibat pengusaha yang enggan mengurangi keuntungannya.

Baca juga: Masifnya Truk ODOL di Jalan Akibat Pengusaha Tak Mau Berkurang Keuntungannya 

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, akar masalah truk ODOL adalah tarif angkut barang semakin rendah, karena pemilik barang tidak mau keuntungan selama ini berkurang di tengah biaya produksi dan lainnya meningkat.

"Pemilik armada truk atau pengusaha angkutan barang juga tidak mau berkurang keuntungannya. Hal yang sama, pengemudi truk tidak mau berkurang pendapatannya," ujar Djoko.

Menurutnya, pengemudi selama ini telah menutupi biaya tidak terduga saat membawa truk yang kelebihan muatan dengan menggunakan kendaraan berdimensi lebih.

"Sejumlah uang yang dibawa pengemudi truk untuk menanggung beban selama perjalanan, seperti tarif tol, pungutan liar yang dilakukan petugas berseragam dan tidak seragam, parkir, urusan ban pecah, dan sebagainya. Uang dapat dibawa pulang buat keperluan keluarga tidak setara dengan lama waktu bekerja meninggalkan keluarga," paparnya.

Djoko menyebut, membawa kelebihan muatan jelas tidak diinginkan pengemudi, karena mereka tahu kalau hal itu berisiko terhadap keselamatannya dan apabila terjadi kecelakaan lalu lintas akan dijadikan tersangka.

Djoko menilai penetapan tarif angkut barang dapat dikendalikan pemerintah dengan tarif batas atas dan tarif batas bawah.

Hal ini dilakukan agar pemilik barang tidak seenaknya menentukan tarif yang berujung pengemudi truk harus mengangkut muatan yang berlebihan dengan kendaraan berdimensi lebih.

"Jika terjadi kecelakaan lalu lintas, tidak hanya pengemudi yang dijadikan tersangka, namun pemilik barang dan pemilik angkutan juga harus dimintakan pertanggungjawabannya," paparnya.

Pemerintah selama ini, kata Djoko, baru mengajak pemilik barang dan pengusaha angkutan barang untuk berdiskusi menyelesaikan masalah truk ODOL.

"Tidak ada salahnya untuk mendengar keluhan pengemudi truk, karena mereka adalah bagian tidak terpisahkan dari proses mata rantai penyaluran logistik dari hulu hingga hilir," ucap Djoko.

"Titik lemah penertiban atau pemberantasan truk ODOL ada di penegakan hukum. Jika konsisten, pasti ada perubahan dan jika hanya sekedar memenuhi perintah pimpinan dan hanya sesekali dilakukan, jangan harap ada perubahan," sambungnya.

Pengusaha Minta Tunda

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan agar kebijakan bebas truk kelebihan muatan dan dimensi (over dimension overload/ODOL) diundur pemberlakuan penuhnya dari semula tahun 2023 menjadi 2025.

Hal ini mempertimbangkan kondisi industri nasional yang masih terpukul akibat pandemi Covid-19.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan penerapan zero ODOL ini akan sulit dilaksanakan pada 2023 mendatang. Dia beralasan masa pandemi Covid-19 telah membuat perekonomian Indonesia mundur.

“Kita tahu semua bahwa perekonomian selama pandemi sangat terpuruk. Karenanya, kami usul kebijakan zero odol ini diundur paling tidak dua tahun atau di Januari 2025,” kata Hariyadi.

Hariyadi menegaskan, Apindo mendukung penerapan zero ODOL yang dicanangkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Namun lantaran dunia usaha terpukul pandemi Covid-19, maka pihaknya mengusulkan agar kebijakan zero ODOL ini diundur hingga 2025 mendatang.

Dengan mundurnya batas akhir kebijakan tersebut, kata Hariyadi, ada waktu bagi pelaku usaha untuk mempersiapkan diri.

Sembari menunggu penundaan kebijakan zero ODOL di 2025, Hariyadi menyarankan pemerintah perlu menyiapkan sejumlah insentif bagi dunia usaha agar kebijakan itu bisa direalisasikan.

Hal ini, kata Hariyadi, karena ada alokasi dana cukup besar yang harus dikeluarkan pengusaha untuk peremajaan truk dan investasi truk baru. (Tribun Network/har/sen/kps/ktn/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini