Achmad Wildan menekankan, untuk mencegah risiko kecelakaan fatal seperti bus pariwisata di Subang, Jawa Barat, yang menewaskan belasan penumpang pelajar asal Depok, beberapa waktu lalu, pengemudi harus melakukan pre trip inspection sebelum membawa kendaraan untuk memulai bekerja.
"Cara itu mencegah kecelakaan seperti kecelakaan bus di Subang. Contohnya, tekanan angin di truk kalau kondisinya sudah di bawah 6 bar, truk sudah tidak bisa mengerem dengan efektif."
"Risiko terjadi kecelakaan terjadi besar sekali," sebutnya.
Baca juga: Hino Rilis Dutro Tronton Berpenggerak 6x2 untuk Angkutan CPO
Achmad Wildan juga menilai, sebagian pengemudi tak paham cara mengoperasikan truk dengan sistem pengereman full hydraulic brake, air over hydraulic maupun rem full air.
"Pengemudi tidak bisa membedakan hand brake pada kendaraan air over hydraulic dan full air karena kami di KNKT biasa menemukan kasus tersebut dalam peristiwa kecelakaan truk," bebernya.
"Kedua teknologi pengereman ini berbeda dan harus dipahami pengemudi tapi mereka tidak paham.
"Dalam banyak kasus kecelakaan di jalan turunan, kebanyakan saat turunan pakai gigi tinggi 5 atau 6. Padahal saat turunan yang mendorong kendaraan bukan kinerja mesin tapi gaya gravitasi. Itu memicu rem blong," sebut Achmad Wildan.
"Sebagian pengemudi juga belum bisa bedakan antara main brake dan exhaust brake. Main brake untuk turunkan kecepatan. Exhaust brake digunakan untuk menurunkan rpm.
"Saat jalanan menurun driver harus melihat pada tachometer, jarum penunjuk harus di area putih, tidak boleh di area hijau maupun merah. RPM tidak boleh naik," sebutnya.
"Hal-hal semacam ini diajarkan di driving school seperti yang dimiliki Hino di Purwakarta," imbuhnya.
Dia juga mengingatkan, tekanan angin ban yang rendah atau kurang juga membuat truk jadi boros bahan bakar.