TRIBUNNEWS.COM - Banyak kasus kecelakaan lalu lintas di Indonesia melibatkan kendaraan besar seperti truk dan bus. Data Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menunjukkan, sepanjang tahun 2022 terjadi 5.200 kasus kecelakaan karena rem blong yang melibatkan kendaraan besar seperti truk dan bus.
"Kasus kecelakaan rem blong itu terjadi karena pengemudi kita kakinya tak disekolahin. Misal, melaju di turunan malah menggunakan gigi 6, akibatnya, kampas rem habis."
" Rem tak efektif bekerja, itu memicu rem blong," ungkap investigator senior KNKT Achmad Wildan di acara Diskusi Panel Hino bertajuk Mencetak Pengemudi Profesional dan Berkeselamatan untuk Indonesia di pameran otomotif GIIAS 2024 Rabu, 24 Juli 2024.
Achmad Wildan menjelaskan, jumlah kecelakaan yang melibatkan truk menduduki peringkat ke-3 setelah kecelakaan yang dipicu sepeda motor dan mobil pribadi. Di peringkat keempat pemicu kecelakaan terbesar di Indonesia adalah bus.
Sementara populasi truk di Indonesia hanya seperempat total kendaraan yang beredar.
"Banyak faktor risiko penyebab kecelakaan di jalan. Diantaranya faktor jalan. Jalan di Indonesia dibuat sebelum regulasinya ada. Ketika pengemudi tidak bisa mengantisipasi potensi hazard di jalan, dia berisiko mengalami kecelakaan," beber Achmad Wildan.
Dia menegaskan, kondisi jalan yang unregulated tak masalah asalkan pengemudi paham tentang bagaimana teknik mengemudi yang baik pada kendaraannya dan mengenal teknologi pada mesin dan pengereman di kendaraan yang dikemudikan.
"Misalnya saat kendaraan menemui jalan yang tidak rata, truk tronton dengan sistem penggerak 6x2 kerap tidak bisa efektif menanjak di permukaan jalan karena roda penggerak di bagian tengah menggantung. Sementara roda depan dan axle paling belakang tidak bisa mendorong truk naik. Solusinya, gunakan truk dengan penggerak 6x4," ujar Achmad Wildan.
Dia juga menyoroti bisnis angkutan barang dan penumpang di sektor transportasi. Menurutnya, bisnis transportasi adalah bisnis yang berisiko dan berkelanjutan.
Namun belum banyak pengusaha yang memandang pengemudi sebagai aset perusahaan yang berharga.
Baca juga: Bos Hino: Permintaan Truk di Sektor Logistik Masih Tinggi
"Mindset (cara berpikir) sebagian pengusaha transportasi, kegiatan mendidik driver agar kemampuannya mengemudi lebih mumpuni dianggap sebagai beban ekonomi."
"Mereka tak menganggap pengemudi sebagai aset perusahaan. padahal driver butuh pengetahuan tentang safety driving dan defensive driving," beber Achmad Wildan.
Dia menambahkan, sebagian pengusaha menganggap para sopir tak lebih dari pekerja yang harus bekerja untuk mereka karena dibayar.
"Karena itu masih butuh effort yang besar untuk merayu pengusaha agar mau menyekolahkan pengemudinya," ungkapnya.
Lakukan Pre-trip Inspection Sebelum Jalankan Kendaraan
Achmad Wildan menekankan, untuk mencegah risiko kecelakaan fatal seperti bus pariwisata di Subang, Jawa Barat, yang menewaskan belasan penumpang pelajar asal Depok, beberapa waktu lalu, pengemudi harus melakukan pre trip inspection sebelum membawa kendaraan untuk memulai bekerja.
"Cara itu mencegah kecelakaan seperti kecelakaan bus di Subang. Contohnya, tekanan angin di truk kalau kondisinya sudah di bawah 6 bar, truk sudah tidak bisa mengerem dengan efektif."
"Risiko terjadi kecelakaan terjadi besar sekali," sebutnya.
Baca juga: Hino Rilis Dutro Tronton Berpenggerak 6x2 untuk Angkutan CPO
Achmad Wildan juga menilai, sebagian pengemudi tak paham cara mengoperasikan truk dengan sistem pengereman full hydraulic brake, air over hydraulic maupun rem full air.
"Pengemudi tidak bisa membedakan hand brake pada kendaraan air over hydraulic dan full air karena kami di KNKT biasa menemukan kasus tersebut dalam peristiwa kecelakaan truk," bebernya.
"Kedua teknologi pengereman ini berbeda dan harus dipahami pengemudi tapi mereka tidak paham.
"Dalam banyak kasus kecelakaan di jalan turunan, kebanyakan saat turunan pakai gigi tinggi 5 atau 6. Padahal saat turunan yang mendorong kendaraan bukan kinerja mesin tapi gaya gravitasi. Itu memicu rem blong," sebut Achmad Wildan.
"Sebagian pengemudi juga belum bisa bedakan antara main brake dan exhaust brake. Main brake untuk turunkan kecepatan. Exhaust brake digunakan untuk menurunkan rpm.
"Saat jalanan menurun driver harus melihat pada tachometer, jarum penunjuk harus di area putih, tidak boleh di area hijau maupun merah. RPM tidak boleh naik," sebutnya.
"Hal-hal semacam ini diajarkan di driving school seperti yang dimiliki Hino di Purwakarta," imbuhnya.
Dia juga mengingatkan, tekanan angin ban yang rendah atau kurang juga membuat truk jadi boros bahan bakar.