TRIBUNNEWS.COM, SHANGHAI - Produsen mobil China sangat disarankan tidak berinvetasi di industri otomotif di India, Rusia dan Turki serta Thailand dan Eropa karena mempertimbangkan risiko geopolitik.
Hubungan antara Tiongkok dan India telah tegang sejak militer kedua negara bentrok di perbatasan Himalaya yang disengketakan pada tahun 2020.
Hal itu mendorong New Delhi memperketat pengawasan terhadap investasi Tiongkok dan menghentikan proyek-proyek besar.
Kementerian Perdagangan China telah memperingatkan para produsen mobil di negaranya mengenai risiko melakukan investasi otomotif di luar negeri.
Peringatan ini disampaikan seiring dengan makin agresifnya banyak perusahaan otomotif China melakukan ekspansi ke pasar global untuk mengatasi perlambatan pertumbuhan permintaan mobil baru di pasar dalam negeri.
Pada pertemuan yang diadakan awal Juli lalu, kementerian mengatakan kepada produsen mobil lokal untuk tidak berinvestasi di India, mengutip arahan dari pemerintah pusat.
Mereka juga “sangat disarankan” untuk tidak berinvestasi di Rusia dan Turki untuk mengatisipasi risiko dalam membangun pabrik. Begitu juga jika produsen mobil China beriniat membangun pabrik mobil di Eropa dan Thailand, ungkap sebuah sumber dikutip Bangkok Post.
Para produsen mobil China disarankan tetap memproduksi komponen-komponen penting mobil di China saja, lalu mengekspornya dalam bentuk komponen atau CKD (completely knocked down) untuk mengurangi potensi risiko karena faktor geopolitik.
Namun tidak ada saran yang diberikan kepada mereka untuk memastikan teknologi inti kendaraan listrik tetap ada di China, seperti yang pertama kali dilaporkan oleh Bloomberg News hari Kamis.
Sumber tersebut menolak disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang berbicara kepada media. Kementerian Perdagangan China tidak segera menanggapi permintaan komentar melalui faks.
Baca juga: Menperin Minta Pabrikan Mobil China Jadikan RI Basis Produksi EV untuk Ekspor, Ini Respons TMMIN
SAIC Motor Corp Ltd telah berjuang keras dengan investasi otomotifnya di India selama bertahun-tahun.
Dikatakan pada bulan April bahwa perusahaan akan mendatangkan investor India untuk menciptakan lingkungan operasi yang lebih menguntungkan bagi merek MG di negara tersebut.
Di Rusia, kehadiran mobil bermerek Tiongkok semakin meningkat setelah produsen mobil barat mundur karena sanksi.
Chery sedang melakukan pembicaraan dengan pabrikan Rusia mengenai produksi mobil di pabrik Rusia, kantor berita milik negara Rusia Tass melaporkan pada bulan Agustus, mengutip Vladimir Shmakov, direktur cabang Chery di Rusia.
Produsen mobil Tiongkok semakin mencari ekspansi ke luar negeri, karena mereka bergulat dengan masalah kelebihan kapasitas yang semakin parah akibat melemahnya permintaan di Tiongkok yang telah menyebabkan perang harga yang berkepanjangan dan brutal.
Upaya mereka untuk meningkatkan penjualan di pasar otomotif utama seperti Eropa dan Amerika Serikat juga membuahkan tarif kendaraan listrik yang lebih tinggi.
Ketika beberapa negara Eropa termasuk Spanyol dan Italia berusaha menarik investasi dari produsen mobil Tiongkok, perusahaan-perusahaan tetap berhati-hati dalam melakukan produksi lokal secara mandiri di sana, karena hal ini memerlukan investasi dalam jumlah besar dan pemahaman mendalam tentang hukum dan budaya setempat.
Baca juga: Kalah Saing dengan Mobil China, Suzuki Akan Tutup Pabrik Akhir 2025
Geely, produsen mobil terbesar kedua di Tiongkok berdasarkan penjualan, sedang mencari lokasi pabrik di Eropa namun belum berkomitmen penuh untuk meningkatkan produksi lokal, kata para eksekutifnya kepada Reuters di Frankfurt minggu ini.
Perusahaan lain seperti Leapmotor telah memilih untuk bermitra dengan perusahaan lokal.
Usaha patungan Leapmotor dengan Stellantis memulai produksi kendaraan listrik di pabrik pembuat mobil Perancis-Italia di Polandia tahun ini.
Sumber: Bloomberg/Bangkok Post