TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam, memprediksi industri otomotif pada 2025 bakal makin berat.
Selain kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen, pungutan opsen pajak atau tambahan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) yang mulai berlaku pada 2025 dinilai akan berdampak terhadap daya beli mobil baru di Indonesia.
Bob Azam mengatakan, dari pemberlakuan dua skema pajak itu saja tahun depan bisa membuat industri otomotif terkontraksi lebih dalam dibandingkan tahun ini.
Saat ini, penjualan mobil ditargetkan untuk mencapai 850.000 unit, jumlahnya turun antara 15-17 persen dibandingkan tahun lalu. Dengan kenaikan PPN dan Opsen, industri otomotif diprediksi akan terkoreksi hingga dua kali lipat dari angka tahun 2024.
"Akan lebih dalam lagi (penurunan penjualan mobil, red). Kemungkinan bisa sampai 30 persen akan drop," tutur Bob Azam kepada wartawan, Kamis (5/12/2024).
Baca juga: Pemerintah Bakal Minta Persetujuan ke DPR untuk Pemberlakuan PPN 12 Persen Pada Barang Mewah
Menurut Bob, naiknya berbagai pajak ditambah situasi ekonomi masyarakat yang lesu akan membuat konsumen berpikir 2-3 kali untuk merealisasikan pembelian mobil baru.
Oleh karenanya, untuk mencapai penjualan mobil di angka 1 juta unit akan terasa kian berat. Pemerintah diminta mulai memperhatikan situasi ini, agar industri otomotif dalam negeri tidak terjadi seperti fenomena di Thailand, dimana beberapa pabrikan menutup operasionalnya.
"Wah berat situasinya.Jangankan 1 juta, 850.000 saja sulit. Kita sudah lihat seperti di Thailand. Sekarang yang lagi bagus Malaysia, karena investasi yang di China itu sekarang mereka pindah ke Vietnam, Thailand dan Malaysia yang paling banyak menikmati relokasi industri dari China. Ke Indonesia ada juga cuma saya nggak tahu seberapa besar," ucap Bob.
Saat industri sudah tutup di suatu negara, akan sangat sulit untuk kembali membuka manufaktur di negara tersebut. Kondisi pasar yang tidak berkembang juga akan membuat investasi tidak berkembang.
"Yang pertamanya, investasi sudah pasti sulit. Investasi itu terjadi kalau pasarnya berkembang. Jadi kalau investasi sudah tidak terjadi, makin tertekan lagi. Kita khawatir ini jadi bola salju yang akan membuat pasar otomotif itu semakin tertekan," jelasnya.
Bob menambahkan, recovery suatu manufaktur akan lebih mahal jika sudah pernah tutup. Oleh karenanya, pemerintah diminta untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Yang lebih dikhawatirkan lagi biaya recovery-nya akan lebih mahal lagi. Jadi menurut saya, penting sekali bagi pemerintah sekarang menjaga supaya daya beli pasar itu dipertahankan. Kalau misalnya pasar dipertahankan, kita bisa mengundang investasi, sehingga roda ekonomi bisa berjalan," imbuhnya.
Baca juga: Ekonom Indef Sebut Penerimaan Negara Bakal Merosot Imbas Penerapan PPN 12 Persen
Untuk membuat industri otomotif kembali bergairah, ada dua langkah yang bisa dilakukan pemerintah, pertama memberikan insentif dan kedua meningkatkan ekonomi masyarakat.
"Pertama memang insentif-insentif harus diberikan pada masyarakat kita. Jangan pajak itu jadi overshoot, overloading gitu lho. Justru akan kontraktif dampaknya. Yang kedua memang ekonomi masyarakat ini harus di-leverage, harus dibantu. Jadi yang berutang jangan cuma negara, masyarakat juga diberikan kesempatan. Porsi utang masyarakat kita kecil sekali, cuma 9 persen dari GDP," terang Bob.
Revisi Target
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) merevisi target penjualan mobil 2024. Target di awal 2024 adalah 1,1 juta unit, kini menjadi 850 ribu unit.
Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto mengatakan kondisi pasar otomotif, khususnya kendaraan roda empat sepanjang tahun berjalan masih lesu. Itu menjadi alasan Gaikindo merevisi target tersebut.
“Alasannya, ya memang angka-angka penjualan kan tidak bisa meningkat signifikan,” kata Jongkie beberapa waktu lalu
Revisi target penjualan menjadi 850 ribu unit tersebut juga berdasarkan hasil diskusi dengan para agen pemegang merek (APM) anggota Gaikindo. “Ini kesepakatan dengan anggota Gaikindo,” katanya.
Berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil secara whole sales di Indonesia sebanyak 72.667 unit pada September 2024. Angka itu mengalami penurunan 9,1 persen secara year-on-year (YoY) dibanding capaian September 2023 sebesar 79.919 unit. Sementara itu, angka penjualan mobil secara retail sales (dari dealer ke konsumen) sebesar 72.366 unit pada September 2024, turun 10,6 persen dibanding September 2023 sebanyak 80.984 unit.
Sepanjang Januari – September 2024, total penjualan secara wholesales tercatat sebesar 633.218 unit atau turun 16,2 persen YoY dari periode sama 2023 sebesar 755.778 unit. Sementara itu, penjualan ritel juga turun 11,9 persenYoY menjadi 657.223 unit pada 9 bulan pertama 2024, dibandingkan 746.246 pada periode yang sama 2023.
Secara bulanan, penjualan mobil juga mengalami penurunan. Misalnya, secara wholesales turun 4,8 persen menjadi 72.667 unit pada September 2024, dibandingkan 76.304 unit pada Agustus. Sementara itu, penjualan retail juga turun 5,8 persen secara month-to-month (MtM) menjadi 72.366 unit pada September 2024, dibanding Agustus 2024 sebesar 76.808 unit.
Berdasarkan mereknya, penjualan mobil secara wholesales tertinggi masih diraih oleh Grup Astra, yakni Toyota dan Daihatsu masing-masing sebesar 25.454 unit dan 12.676 unit pada September 2024. Berturut-turut, penjualan mobil terlaris selanjutnya, yaitu Honda sebesar 7.926 unit, Mitsubishi 5.824 unit, dan Suzuki 5.183 unit.