TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Waktu sehari yang hanya disediakan untuk pemungutan suara di luar negeri, sedikit banyak menentukan tinggi rendahnya partisipasi pemilih. Hal ini tak terlepas, waktu kerja para pemilih berbeda dengan mereka yang tinggal di Indonesia.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sigit Pamungkas, menjelaskan salah satu temuan masalah yang didapat berdasar masukan PPLN (Panitia Pemilihan Luar Negeri) adalah pemilih kurang partisipatif jika pelaksanaan pemilu hanya sehari.
"Kalau pelaksanaan pemilunya satu hari sudah pasti mereka memprediksikan partisipasi rendah karena kesulitan mendapatkan izin bekerja. Kesulitannya adalah untuk menkonsolidasikan pemilih pada hari itu," ujar Sigit kepada wartawan di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (15/11/2013).
Masih kata Sigit, berdasar masukan PPLN, partisipasi pemilih luar negeri dimungkinkan meningkat jika pemungutan suara tidak satu hari tapi bisa beberapa hari, seperti misalnya KPU menetapkan antara 30 Maret-6 April 2014.
"Tapi penghitungan suaranya tetap dilaksanakan pada 9 April. Untuk pemungutan suara lebih dari 1 hari sehingga mereka (PPLN) bisa mengoptimalkan pemilih yang datang ke TPS," katanya.
KPU menyadari hal tersebut tidak mungkin karena undang-undang belum memfasilitasi itu semua. Memang, kata Sigit, semestinya, desain pemilu di luar negeri berbeda dengan pelaksanan pemilu di dalam negeri berdasar pertimbangan di atas.