Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, Muhammad Taufik berpendapat Pasal 40 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu yang mengatur tentang daftar pemilih tambahan, bisa saja dimanfaatkan oleh oknum Partai Politik untuk mencuri suara.
Dalam pemaparannya pada diskusi publik "Menggugat Sistem Pemilu dan Kesejahteraan," di kantor Jaringan Aktivis ProDemokrasi (ProDem), di Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (28/11/2013), Taufik mengatakan dalam pasal tersebut warga negara Indonesia yang tidak tercatat di Daftar Pemilih Tetap (DPT), bisa saja datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dengan bermodalkan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
"Saya melihat pasal 40 ini bisa jadi alat curang," katanya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa permasalahan DPT di KPU masih terus bergulir. Hingga kini masih ada jutaan nama yang dianggap bermasalah, dari awalnya yang mencapai sekitar 14 juta nama. Menurut Taufik 14 juta bukanlah angka sedikit, angka itu merupakan perwakilan satu fraksi di DPR.
Taufik juga mencurigai KTP lama sebelum e-KTP. Taufik mengaku tidak tahu nasib KTP lamanya setelah pihak kelurahan memberikan e-KTP, dan KTP lama itu menurut Taufik bisa saja dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk mencoblos, dengan bermodalkan pasal 40 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012
"Soalnya ada e-KTP yang nggak beres, KTP lama kita kemana nggak tahu. Kenapa ini patut diperhatikan, karena ada pasal yang membolehkan hal itu," ujarnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa jika terjadi kecurangan di pemilihan, yang paling bertanggungjawab adalah penyelenggaranya, yakni KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Parpol nggak mungkin (curang). Penyelenggara (curang) atas perintah orang yang mau curang," katanya.