TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partisipasi pemilih dalam Pemilu 2014 diharapkan 75 persen, lebih besar dibandingkan dengan partisipasi pemilih pada Pemilu 2009. Harus dipastikan, mereka yang mengajak dan menganjurkan pemilih untuk Golput dikenai sanksi.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Husni Kamil Manik, menerangkan bahwa penganjur golput masuk dalam tindak pidana. Kendati demikian, KPU tidak memiliki kewenangan untuk mengurus pidana, karena hal tersebut menjadi wilayah polisi.
"Kalau mengkampanyekan itu memang iya (pidana, red). Di dalam Undang-Undang No 8 tahun 2012 bisa dibaca," ujar Husni kepada wartawan di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (7/2/2014).
Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menambahkan bahwa mengajak seseorang untuk tidak memilih alias golput sudah masuk pidana. Apalagi, ajakan tersebut disertai tindakan kekerasan. Memang, untuk memilih atau tidak hak pemilih.
"Dalam perspektif KPU, menurut saya satu hal yang tidak benar. Apalagi mengajaknya itu dengan kekerasan dan ancaman. Ajakan bisa berupa lisan dan tulisan," terang Ferry, yang pernah menjadi Ketua KPU Provinsi Jawa Barat ini.
Kepala Biro Analisis Badan Intelijen Keamanan Polri, Brigjen Pol Sukamto Handoko mencurigai adanya kelompok tertentu yang berusaha ingin menggagalkan pemilu, salah satunya ajakan kepada masyarakat untuk golput.
Menurutnya, ajakan golput dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran hukum dan termasuk tindak pidana pemilu. Namun, untuk mempidanakan seorang atau kelompok, polisi terlebih dahulu harus mendapat rekomendasi atau persetujuan dari Bawaslu.
"Itu masuk tindak pidana pemilu. Tapi pidana pemilu Polri tidak bisa langsung menyidik, harus lapor dulu ke Bawaslu. Nantinya, Bawaslu menelaah laporan itu, lalu diselidik Polri," kata Sukamto dalam penandatanganan maklumat pemilu damai di Hotel JS Luwansa kemarin.