TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sepuluh hari lagi, Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 memasuki masa gegap gempita. Mulai 16 Maret, kampanye terbuka diputar serentak di seluruh pelosok nusantara.
Setelah mendengar janji politikus di panggung, masyarakat dipersilakan menentukan pilihan dalam pemungutan suara tanggal 9 April mendatang.
Inilah puncak pesta demokrasi. Sebuah pesta yang menurut teori menjadi kesempatan semua lapisan masyarakat berkontribusi memperbaiki nasib bangsa.
Tapi, bagi calon anggota legislatif (caleg), pemilu tentu bukan sekedar bicara nasib bangsa, tapi juga kental kepentingan nasib pribadi.
Caleg petahana berkepentingan melanjutkan jabatan hingga berulang-ulang. Sedang caleg pendatang, ingin setelah pesta demokrasi, statusya berubah, dari rakyat menjadi wakil rakyat.
Tidak cuma caleg berduit yang ingin menggeser petahana. Deretan caleg kantong kering alias miskin juga cukup panjang.
Mereka beradu lincah agar bisa menikmati kursi wakil rakyat. Sebuah kursi yang memiliki power dan daftar fasilitas panjang.
Sutio Utomo misalnya, mengaku tetap percaya diri meski masuk dalam deretan caleg kantong kering.
Warga Pujon, Kabupaten Malang ini sehari-hari bekerja sebagai tukang patri. Melalui Partai Amanat Nasional (PAN) ia berharap setelah pemilu nanti kesehariannya berpindah ke DPRD Kabupaten Malang.
"Bagi saya, sing penting ojo pasrah sakdurunge ngasah (jangan menyerah sebelum mengasah senjata). Itu saja prinsipnya," tutur Utomo ditanya seputar lawan-lawan politiknya yang bermodal kuat.
Sutio Utomo, layak disebut tukang patri bermental baja. Ia tidak jera meski modalnya pernah ludes lantaran gagal melenggang ke DPRD pada Pemilu 2009 lalu.
Ketika itu ia maju dari PKNU (Partai Kebangkitan Nasional Ulama). "Kali ini saya optimistis hasilnya nanti akan bisa maksimal. Tetapi saya tetap pasrahkan saja ke Allah, biar kalau gagal tidak stress," katanya. (ben/idl/why/dim/st36)