Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi (SIGMA), Said Salahuddin mengatakan, seruan Komisi Pemilihan Umum, partai politik, dan pemerintah agar masyarakat menggunakan hak pilihnya di TPS pada 9 April 2014 menjadi tidak adil. Hal itu dikarenakan tidak dibarengi oleh penyampaian informasi yang memadai dan jujur tentang rekam jejak para calon yang ditawarkan kepada pemilih.
"Saya ingin bertanya, dimana rasa hormat dan penghargaan Penyelenggara Pemilu, Peserta Pemilu, dan Pemerintah kepada pemilih, ketika untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya tentang latar belakang dari para caleg saja mereka tidak mau? KPU, Bawaslu, partai politik, dan pemerintah masih saja berdiam diri terhadap keinginan masyarakat untuk mendapatkan informasi resmi terkait rekam jejak dan latar belakang para calon," kata Said kepada Tribunnews.com, Sabtu (29/3/2014).
Said menilai, tidak ada satu pun dari lembaga-lembaga baik KPU, Parpol maupun Pemerintah yang mau menjalankan fungsi pelayanan informasi Pemilu yang substansial tentang track record calon kepada masyarakat.
Menurutnya, semua pura-pura buta dan tuli dan sama sekali tidak ada transparansi kepada pemilih. Ironis, rakyat didesak-desak untuk memilih, tetapi rekam jejak para calon yang diminta agar dipilih oleh rakyat justru ditutup-tutupi.
"Ini jelas pelecehan terhadap rakyat," tuturnya.
Said mengatakan, kalau masyarakat diminta mencari sendiri informasi tentang calonnya, lalu buat apa ada negara. Menurutnya, jika rakyat dibiarkan sendirian mencari informasi para calon yang jumlahnya ribuan jelas perlakuak yang tidak adil.
Masih kata Said, dalam penyelenggaraan Pemilu, pemilih selalu saja hanya dijadikan sebagai tukang coblos demi pencapaian sukses penyelenggara Pemilu dan Pemerintah meningkatkan partisipasi pemilih.
Apabila tingkat partisipasi pemilih tinggi, maka Penyelenggara Pemilu dan Pemerintah akan mengklaim bahwa mereka telah sukses menyelenggarakan Pemilu 2014, begitupun dengan partai politik.
"Semakin banyak pemilih yang memberikan suara kepada mereka, maka semakin untunglah mereka," ujarnya.
Lebih jauh Said mengatakan, inilah yang kita sebut sebagai Pemilu prosedural. Yang penting Pemilu bisa terselenggara, partisipasi pemilihnya tinggi, tetapi tidak peduli masyarakat akan keliru memilih caleg koruptor.
"Jadi, sepanjang Penyelenggara Pemilu, Peserta Pemilu, dan Pemerintah belum mau bersikap jujur dan bersedia menyediakan informasi resmi tentang latar belakang para calon, maka tidaklah adil mendesak-desak masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya. Tidak pula adil jika harus mengintimidasi masyarakat yang berniat golput," tandasnya.