News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2014

Awasi Pihak yang Bakal Lakukan Manipulasi Pemilu

Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) membantu peyandang tunanetra memasukkan surat suara pada simulasi pemungutan dan penghitungan suara KIP Kota Banda Aceh, di Gedung GOR KONI Aceh, Rabu (26/3/2014). SERAMBI INDONESIA/BUDI FATRIA

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Jerry Sumampouw, berharap semua pihak yang diduga sudah siap melakukan proses manipulasi pemilu 2014 untuk menghentikan kegiatannya. Sebab, perilaku demikian akan merusak demokrasi dan stabilitas di Indonesia.

Pengamat Politik Jerry Sumampouw, mengungkapkan walau indikasi kecurangan menguat, namun masih ada harapan pihak-pihak curang itu melihat rakyat sebagai yang akan dikorbankan.

"Siapapun yang hendak melakukan kecurangan itu, supaya berhenti. Apakah akan sedemikian dilakukan? Karena  akan merusak semua, terlalu besar risikonya," ujar Jerry, Minggu (30/3/2014).

Kekhawatiran akan adanya kecurangan masif dalam pemilu wajar. Jerry mengungkap, salah satunya kerap dilontarkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), partai oposisi yang diprediksi akan naik di pemilu 2014.

Hal itu berkebalikan dengan partai koalisi pemerintah yang diprediksi terjun bebas.

"Ada memang, parpol yang mungkin akan terpukul karena turun terlalu jauh. Misalnya Partai Demokrat. Bahkan ada survei yang menyatakan dia takkan lulus Parliamentary Threshold," jelas dia.

"Itu kan akan permalukan elite seperti SBY. Maka, ada kemungkinan curang itu, karena faktor menghindari kemungkinan suara turun drastis seperti itu," tambahnya.

Ditegaskan, kecurangan yang dilakukan sudah terlihat jelas.

Berdasarkan risetnya, Jerry menyatakan dalam beberapa pemilu terakhir, kecurangan selalu berawal dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang bermasalah, dan terjadi hingga sekarang.

"Dulu kata KPU yang tak punya nomor induk kependudukan atau NIK itu hanya 1,5 juta. Sekarang  malah bertambah," kata Jerry.

Modus kedua, adalah memanipulasi logistik pemilu. Fakta di lapangan, lanjutnya, ada banyak masalah logistik seperti gudang tak siap, serta pengiriman berlebihan, dan pengiriman kurang.

Hal itu masih ditambah fakta lainnya bahwa proses pencetakan dan distribusi logistik seperti surat suara dan formulir penghitungan suara (C1) praktis tak terawasi. Logikanya, kata Jerry, setiap perusahaan percetakan selalu mencetak lebih.

"Nah, kelebihan cetak itu dikemanakan? Itu tak jelas. Itu bisa juga terjadi di C1. Katanya form C1 pakai hologram sehingga tak bisa dimanipulasi. Tapi bagaimana kalau sejak awal C1 sudah dicetak lebih? Dan tak ada pengawasan," paparnya.

"Kita tak tahu dimana kelebihan cetak itu sekarang. Bisa saja itu diambil dan dimanfaatkan kelompolk tertentu yang punya akses ke KPU."

Indikasi kecurangan ketiga ada di proses rekapitulasi di tingkat kecamatan dan kaupaten, yang juga kurang diawasi.

Apabila diasumsikan kelompok curang tadi sudah berhasil memanipulasi DPT, mendapat surat suara dan formulir C1 berlebih, kini mereka hanya tinggal mengganti kotak suara. Dan pengawasan untuk kotak suara sendiri sangat lemah.

"Katanya ada mitra pengawas pemilu. Kalaupun mereka jadi dibiayai negara, mereka kan hanya bekerja di hari H. Dan apa dia akan mengawasi kotak suara 24 jam? Itu tak jelas juga. Yang awasi 24 jam hanya polisi," jelasnya.

Sementara di KPU Pusat sendiri, seandainya pun mengetahui ada oknum KPU di daerah yang terlibat kecurangan, akan cenderung membela hasil kerja bawahannya itu.

Jadi meski KPU Pusat tahu KPUD salah, lanjutnya, hasil rekap daerah tetap dibawa ke rekap tingkat nasional.

"KPU pusat akan membela mati-matian. Ini yang saya sebut struktur KPU memungkinkan kecurangan terjadi dan dibela KPU tingkat atas," jelas Jerry.

Wasekjen PDIP Hasto Kristiyanto, menambahkan, pihaknya mensinyalir ada dua pihak yang bisa melakukan kecurangan pemilu.

Dia menyebutnya sebagai 'Bapak Megaloma' dan 'Ibu Nia', yang jika bertemu akan menjadi keluarga "Megalomania".

"Itu adalah simbolisasi atas realitas bekerjanya kekuatan anti demokrasi. Kedua kekuatan itu merupakan pertemuan antara pihak-pihak yang ingin mempertahankan kekuasaan dengan mereka yang ingin merebut kekuasaan," tegas Hasto.

Menurut Hasto, 'Keluarga Megalomania' itu dibangun dengan kekuatan pihak-pihak yang selama ini berlindung di belakangnya. Pihak-pihak itu mendapat balasan berupa kelimpahan rejeki melalui berbagai pergaulan dengan mafia impor, mafia senjata, dan mafia narkoba.

Karena itulah tidak heran mengapa impor berjalan terus dengan skala masif, dan mengapa Pertamina dibuat tergantung dengan impor minyak.

Hasto kembali mengungkap, terkait lolosnya Ratu Mariyuana asal Australia, Schapelle Leigh Corby, bisa mendapatkan grasi.

"Mereka telah bermain jauh sehingga bisa mengatur jadwal kampanye. Partai-partai yang berpotensi membesar seperti PDI Perjuangan dan Nasdem, jadwal kampanye sering dibenturkan dengan regulasi baru yang dibuat oleh KPU daerah," beber Hasto.

Para pihak itu juga diduga memiliki kemampuan membuat kotak suara dari kardus sehingga mudah dirusakkan dengan alasan kehujanan dan lain-lain.

Juga merombak APBN sehingga tiba-tiba dana bansos naik dari Rp 56 Triliun menjadi Rp 91 Triliun.

Sementara operasi intelijen bawah tanah juga digerakkan dengan 'kode-kode burung' telah dijalankan seperti 'Gagak Hitam', 'Alap-alap', dan 'Merpati'.

"Mereka juga punya kemampuan menggembosi suara lawan. Maka Partai Golkar pun diserang dengan mengeluarkan video tamasya," imbuh Hasto.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini