Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered
TRIBUNNEWS.CM, SANGATTA - Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Kutai Timur hingga saat ini terus mendalami kasus dugaan mobilisasi massa untuk mendukung caleg tertentu dalam pemungutan suara pemilu legislatif, Rabu (9/4/2014).
Anggota Panwaslu Kutim, Nirmalasari, Kamis (10/4/2014) malam, mengatakan pihaknya masih terus mencari dalang atau aktor intelektual dibalik pelanggaran pidana pemilu mobilisasi 26 pekerja bangunan di TPS 16 Jalan Munthe, Desa Teluk Lingga, Kecamatan Sangatta Utara.
"Kami masih terus mendalami pihak-pihak yang terkait. Termasuk yang mengkoordinir mobilisasi ini," katanya.
Namun pihaknya masih belum menemukan orang yang disebut-sebut pekerja telah mengkoordinir mereka.
"Kami akan terus mencari. Setelah berkas pemeriksaan lengkap, baru diteruskan ke gakumdu," katanya.
Para pekerja itu tertangkap tangan menggunakan undangan C6 milik orang lain di TPS tersebut. Padahal tidak ada satu pun diantara mereka yang memiliki KTP Kutai Timur. Sebagian sudah mencoblos, dan sebagian belum sempat.
Mayoritas pekerja bangunan tersebut memiliki KTP Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan seorang memiliki KTP Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Sejak beberapa bulan lalu mereka bekerja dalam proyek pembangunan SMK Negeri 2, Kecamatan Sangatta Utara, di Jalan Pendidikan. Atas "jasanya", para pekerja bangunan itu dijanjikan memperoleh imbalan Rp 100.000.
Panwaslu pun menyayangkan masih banyak permasalahan teknis dalam penyelenggaraan pemungutan suara. Termasuk yang berkaitan dengan DPT dan DPK.
"Kami menemukan di lapangan bahwa ada KPPS yang tidak mendapatkan draft DPT dan hanya mendapatkan DPK. Jadi yang ditempelkan di TPS hanya DPK. Mereka juga tidak punya berita acara perhitungan awal logistik," kata Nirmala.
Ada pula TPS yang memanggil pemilih hanya dengan nomor urut.
"Akibatnya sempat timbul kekacauan karena nomor urut yang diberikan tidak sesuai yang di DPT," katanya.
Pada sisi lain, Panwaslu Kutim sedang mendalami dan menindaklanjuti temuan beberapa pelanggaran yang diduga pidana pemilu.
"Yaitu laporan penggunaan formulir A5 (mutasi memilih) oleh dua pelajar yang belum genap 17 tahun dan menggunakan identitas yang bukan nama aslinya di TPS 35 Gang Rejeki," katanya.
Namun keduanya sudah dilepaskan karena belum sempat mencoblos.
"Kasus dua anak di bawah umur itu tidak diteruskan ke gakumdu. Ini bagian dari tugas pencegahan atau fungsi preventif institusi Panwaslu," katanya.
Ada lagi tiga orang yang menggunakan formulir undangan C6 milik orang lain, juga di TPS 35 Gang Rejeki.
"Mereka diminta melakukan tindakan tersebut dengan dijanjikan salah satu caleg untuk masuk PNS," katanya.
Ada lagi di TPS 10 Gang Durian, salah satu pemilih lumpuh yang digantikan anaknya yang masih kelas III SMP.
"KPPS dan para saksi mengizinkan. Namun prosedurnya seharusnya penyelenggara yang mendatangi orang yang sakit. Bukan diwakilkan," katanya.
Pihaknya juga terus mendalami kasus dugaan money politics yang dilakukan salah satu oknum caleg di Desa Sangatta Utara.
"Setelah keterangan dan berkas pemeriksaan lengkap, akan kami teruskan ke gakumdu," kata Nirmala.