TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan petinggi Partai Golkar menilai Aburizal Bakrie telah gagal memimpin partai, karena itu sebagai bentuk pertanggungjawaban harus legowo mundur dari kursi ketua umum Partai Golkar.
Kegagalan demi kegagalan dialami Golkar selama kepemimpinan Aburizal Bakrie atau Ical. Mulai pemilu legislatif perolehan Golkar jauh dari target, dan terakhir dalam menjalin koalisi, Golkar gagal menempatkan kadernya sebagai capres maupun cawapres.
"Ironis, partai pemenang kedua di pemilu hanya jadi pelengkap capres lain. Karena itu sebagai bentuk pertanggungjawaban, Ical harus legowo mundur," ujar fungsionaris Golkar Ais Anantama Said, Selasa (20/5/2014) menanggapi situasi yang dialami Golkar saat ini.
Ais meminta semua pimpinan dan kader bangkit menyatukan kebesaran partai ini dengan mencari pemimpin yang lebih mampu dan mumpuni, dan itu bukan lagi dari kalangan pengusaha yang terbukti gagal. Cari tokoh berlatar belakang TNI seperti dulu. Saat ini Luhut Panjaitan yang duduk di posisi Dewan Pertimbangan Golkar.
“Karena gagal total dalam memimpin Golkar, Ical harus mundur dan tak perlu tunggu Munas, apalagi Munaslub. Angkat saja pelaksana tugas Ketua umum atau pejabat ketua umum sementara. Biaya untuk Munaslub bisa untuk kepentingan organisasi, atau bahkan disumbangkan ke fakir miskin saja,” ujar Ais.
Kegagagalan kepemimpinan Ical menyebabkan Golkar terbelah dua. Ada yang menyebut Golkar tulen, yang benar–benar menjalankan ruh Golkar. Apalagi di kepengurusan Ical saat ini ada puteri mantan Ketua Dewan Pembina Golkar yaitu Titiek Soeharto.
Ada lagi Golkar Ical yang selalu mengikuti apa yang diinginkan Ical. Dan terbukti Golkar di bawah Ical gagal, maka Golkar tulen pun lari mendukung Jokowi dan juga Prabowo.
Mantan anggota DPR hasil pemilu 1997 ini mengatakan, kegagalan Golkar dalam pemilu legislatif dan pilpres 2014 sudah diprediksi lama oleh tokoh tokoh Golkar. Indikasinya Kino-Kino yang tidak jalan, dan model kepemimpinan yang diterapkan Ical yang cenderung menjadikan Golkar seperti barang jualan.
Namun demikian, nasehat dan saran para tokoh Golkar diabaikan Ical."Kalau pedagang yang kuasai partai, hasilnya begini. Partai dikira barang yang ditawarkan di pasar," katanya.
Ais berharap kasus pimpinan Partai Golkar saat ini tidak main pecat atau sanksi kepada kader yang ingin maju lewat partai lain. Jika main paksa, sebaiknya mereka yang harus angkat koper dari Golkar.
Ais juga mengatakan, situasi ini menjadi pelajaran ke depan. Jajaran pengurus Partai Golkar tidak boleh lagi diisi kader karbitan atau bajakan. Proses kaderisasi harus diefektifkan agar yang berjuang membesarkan partai mendapat kehormatan
Mantan pengurus DPP Golkar era kepemimpinan Harmoko ini mengungkapkan keprihatinannya karena dia mendengar sendiri bahwa partai yang telah lama berkuasa dan pernah menang dalam pemilu selama masa reformasi pemilu 2004 dan tidak pernah berada di urutan ketiga, apalagi bawah, menjadi olok-olok kalangan politisi partai lain dan juga media.
“Golkar partai besar. Pimpinan dan kadernya dinilai hebat-hebat. Tapi sekarang, tak berdaya. Saat didekati oleh partai lain memilih menjauh, saat dijauhi malah kepikiran sendiri. Itu karena Partai Golkar jadi barang jualan oleh pedagang," kata Ais Anantama Said.