TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsep pembangunan yang digelontorkan calon presiden Prabowo Subianto dalam debat calon presiden jilid II di Hotel Gran Melia, Jakarta, Minggu (15/6/2014) malam, dinilai usang alias jadul.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jaringan Kemandirian Nasional (Jaman) menilai Prabowo masih menekankan pentingnya kebijakan pembangunan untuk menangani beragam masalah ekonomi rakyat.
"Konsep ini mirip orde baru dan sudah lama ditinggalkan sejak era 1990-an," ujar A. Iwan Dwi Laksono, Ketua Umum Jaman, dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Senin (16/6/2014).
Secara nyata, menurut Iwan, Prabowo masih mengunakan pendekatan kebijakan pembangunan "Top Down." Sementara, konsep "lawannya" yakni Joko Widodo alias Jokowi adalah "Button Up."
Menurut Iwan, hal ini bisa dilihat dari pemaparan Jokowi yang memposisikan rakyat sebagai subjek pembangunan. Sedangkan Prabowo menempatkan masyarakat sebagai objek dari pembangunan yang akan dijalankannya jika terpilih menjadi presiden nanti.
Iwan mengatakan aspek yang ditawarkan Jokowi lebih maju, yakni pemberdayaan karena mengikutsertakan masyarakat dalam setiap pembangunan yang diagendakannya. Problem kemiskinan tidak hanya struktural, tapi juga aspek kultural.
"Hal ini yang mungkin tidak disadari Prabowo, sehingga dirinya menyatakan semua itu mudah terselesaikan dengan "Big Push Strategy" yakni menutup kebocoran APBN, mengalirkan uang sebanyak-banyaknya dari pusat ke daerah melalui DAU, DAK, program Rp1 miliar per desa/kelurahan dan beragam pembangunan infrastruktur lain yang dipaparkannya," terang Iwan.
Menurut Iwan, jauh berbeda dengan program Jokowi yang lebih realistis dan komprehensif. "Jokowi menjelaskan untuk menangani ketimpangan struktural misalnya melalui pembangunan tol laut, revitalisasi pasar tradisional, penyebaran investasi ke daerah-daerah," ujar Iwan.
Selain itu, imbuh Iwan, yang terpenting adalah melalui revolusi mental, investasi sumber daya manusia melalui pendidikan dan pengembangan ekonomi kreatif merupakan jawaban tepat Jokowi untuk menyelesaikan pengangguran dan kemiskinan kultural di Indonesia.
"Secara kasat mata, kami menilai capres Jokowi lagi-lagi lebih unggul dalam debat yang kedua ini. Karena selain menekankan hadirnya peran pemerintah dalam pembangunan, Jokowi juga memposisikan rakyat sebagai subjek pembangunan atau pemberdayaan untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan baik secara struktural maupun kultural," terang Iwan.