TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Poppy Dharsonno mengatakan penolakan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap 31dari 32 gugatan perkara sengketa Pemilu membuktikan MK bukan lembaga yang mampu memberikan keadilan dan kebenaran didalam perjalanan cita-cita demokrasi di Indonesia.
"MK malah menjadi lembaga yang melegitimasikan kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan KPU. Ini mencelakakan bangsa dan rakyat Indonesia," ujar anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Poppy Dharsono di Jakarta, Kamis (26/6/2014).
Menurutnya, Indonesia sedang memasuki masa tergelap dalam praktek demokrasinya akibat kegagalan MK menegakkan konstitusi.
"Kalau tidak segera dikoreksi secara konstitusi maka Indonesia akan menjadi bangsa yang bermoral rendah dan kepatriotan akan hilang oleh budaya-budaya yang membiarkan segala perilaku yang rendah," kata Poppy Dharsono.
Ia mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi yang seharusnya menjadi pijakan berbangsa dan bernegara, justru menjadi alat kepentingan politik tertentu yang merugikan bangsa dan negara.
Sementara itu, kuasa hukum Poppy Dharsono, Hermawanto SH menegaskan Mahkamah Konstitusi MK telah menjadi alat dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Mahkamah Konstitusi menurutnya telah memutus perkara dengan standar ganda dalam menilai alat bukti.
"MK bermain batu keras dalam setiap bukti dari pemohon bahkan membatasi jumlah saksi yang boleh diajukan, tapi MK sangat lunak bahkan terkesan berpihak pada KPU," ujarnya.
Ia menjelaskan sejak awal MK terlihat berpihak pada KPU dengan memberikan batasan jumlah saksi yang boleh dihadirkan.
"Dengan batasan itu maka akan membangun asumsi kepantasan bahwa jumlah saksi yang hadir tidak patut mengalahkan atau membatalkan proses pemilu yang telah dilakukan dengan jangkauan satu provinsi untuk DPD," ujarnya.
Dengan batasan itu pula MK menurutnya telah menegaskan hanya akan menyidangkan proses formal pemilu dan tidak akan menilai apakah pemilu itu telah dijalankan secara luber-jurdil.
"Maka patut kita pertanyakan pantaskah MK menyebut dirinya sebagai penjaga gawang demokrasi substantif atau malah menjadi bagian dari alat legitimasi kejahatan pemilu ?," tegasnya.
Hermawanto mengkhawatirkan sikap MK yang berpihak pada KPU akan semakin menghilangkan kepercayaan publik atas hukum.
"Saya menyayangkan produk putusan MK hari ini. Saya mengkhawatirkan MK sedang menggali kuburnya sendiri. Masyarakat tidak lagi percaya pada MK," ujarnya.